Pengertian Paham Komunis: Kepemilikan Kolektif atas Alat Produksi
romanticheadlines.com, 17 MEI 2025
Penulis: Riyan Wicaksono
Editor: Muhammad Kadafi
Tim Redaksi: Diplomasi Internasional Perusahaan Victory88

Komunisme adalah ideologi politik dan ekonomi yang bertujuan menciptakan masyarakat tanpa kelas, di mana alat produksi—seperti tanah, pabrik, dan mesin—dimiliki secara kolektif oleh masyarakat, bukan individu atau kelompok tertentu. Konsep kepemilikan kolektif ini merupakan inti dari paham komunis, yang berupaya menghapus kepemilikan pribadi atas sumber daya produktif untuk mengatasi ketimpangan sosial dan ekonomi. Dikembangkan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels pada abad ke-19, komunisme telah memengaruhi gerakan politik, revolusi, dan sistem pemerintahan di berbagai belahan dunia, meskipun implementasinya sering kali kontroversial. Artikel ini menyajikan ulasan mendalam, akurat, dan terpercaya tentang pengertian paham komunis, dengan fokus pada konsep kepemilikan kolektif atas alat produksi, sejarahnya, prinsip-prinsip dasar, implementasi, serta kritik dan tantangannya, berdasarkan sumber seperti Encyclopaedia Britannica, Stanford Encyclopedia of Philosophy, Kompas.id, dan literatur akademik.
1. Pengertian Paham Komunis

1.1 Definisi Komunisme
Komunisme adalah ideologi yang mengadvokasi masyarakat tanpa kelas, tanpa negara, dan tanpa kepemilikan pribadi atas alat produksi. Menurut Encyclopaedia Britannica, komunisme bertujuan untuk mendistribusikan kekayaan dan sumber daya secara merata berdasarkan kebutuhan, dengan prinsip “dari masing-masing sesuai kemampuan, kepada masing-masing sesuai kebutuhan” (from each according to his ability, to each according to his needs). Dalam komunisme, alat produksi—yaitu aset yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa, seperti lahan pertanian, pabrik, atau infrastruktur—dimiliki secara kolektif oleh komunitas atau negara sebagai wakil rakyat, bukan oleh individu atau perusahaan swasta (Stanford Encyclopedia of Philosophy).
1.2 Kepemilikan Kolektif atas Alat Produksi
Inti dari komunisme adalah penghapusan kepemilikan pribadi atas alat produksi, yang dianggap sebagai sumber eksploitasi dalam sistem kapitalis. Dalam sistem kapitalisme, alat produksi dimiliki oleh individu atau korporasi, yang memperoleh keuntungan dengan mempekerjakan buruh. Marx dan Engels berargumen bahwa kepemilikan pribadi ini menciptakan kelas borjuis (pemilik modal) dan proletar (pekerja), yang menyebabkan ketimpangan dan konflik sosial (Manifesto Komunis, 1848). Dalam komunisme, alat produksi diserahkan kepada kolektif—baik melalui koperasi, komune, atau negara—untuk memastikan bahwa hasil produksi didistribusikan secara adil (Kompas.id).
Kepemilikan kolektif dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti:
- Kepemilikan Negara: Dalam banyak negara komunis, seperti Uni Soviet, negara mengambil alih alat produksi atas nama rakyat, mengelola industri dan pertanian secara terpusat (Encyclopaedia Britannica).
- Koperasi atau Komune: Dalam model komunisme yang lebih desentralisasi, seperti komune Paris (1871), masyarakat lokal mengelola alat produksi secara kolektif melalui koperasi (Stanford Encyclopedia of Philosophy).
- Tanpa Pemilik: Dalam visi komunisme utopis, tidak ada kepemilikan sama sekali; sumber daya dianggap milik bersama, seperti udara atau air (Kompas.id).
1.3 Tujuan Kepemilikan Kolektif
Kepemilikan kolektif bertujuan untuk:
- Menghapus eksploitasi buruh oleh pemilik modal.
- Mengurangi ketimpangan ekonomi dengan mendistribusikan hasil produksi secara merata.
- Menciptakan masyarakat tanpa kelas, di mana tidak ada borjuis atau proletar.
- Memberikan akses yang setara kepada semua orang terhadap sumber daya produktif (Manifesto Komunis).
2. Sejarah dan Perkembangan Komunisme
2.1 Awal Mula: Pemikiran Utopis
Gagasan kepemilikan kolektif dapat ditelusuri ke pemikiran sosialis utopis pada awal abad ke-19, seperti karya Henri de Saint-Simon, Charles Fourier, dan Robert Owen. Mereka membayangkan masyarakat egaliter dengan kepemilikan bersama, tetapi pendekatan mereka lebih idealis dan kurang berfokus pada konflik kelas (Encyclopaedia Britannica). Komunisme modern, bagaimanapun, berakar pada karya Karl Marx dan Friedrich Engels, yang memberikan analisis ilmiah tentang kapitalisme dan perjuangan kelas.
2.2 Marx dan Engels: Komunisme Ilmiah

Pada 1848, Marx dan Engels menerbitkan Manifesto Komunis, yang menyerukan penghapusan kepemilikan pribadi atas alat produksi melalui revolusi proletar. Dalam Das Kapital (1867), Marx menguraikan bagaimana kapitalisme menghasilkan surplus nilai (surplus value) yang dieksploitasi dari buruh, memperkuat argumen untuk kepemilikan kolektif. Menurut Marx, komunisme akan tercapai melalui tahapan:
- Revolusi Sosialis: Proletar menggulingkan borjuis dan mengambil alih alat produksi.
- Diktatur Proletariat: Negara sementara mengelola alat produksi untuk mencegah kontrarevolusi.
- Komunisme Penuh: Negara “layu” (wither away), dan masyarakat tanpa kelas terwujud dengan kepemilikan kolektif sepenuhnya (Stanford Encyclopedia of Philosophy).
2.3 Implementasi di Abad ke-20

Komunisme diimplementasikan di berbagai negara pada abad ke-20, dengan kepemilikan kolektif sebagai inti sistemnya:
- Uni Soviet (1917–1991): Setelah Revolusi Bolshevik, Vladimir Lenin menasionalisasi industri dan pertanian, menjadikan negara sebagai pengelola alat produksi. Kolektivisasi paksa di bawah Stalin menyebabkan penderitaan besar, tetapi juga industrialisasi cepat (Encyclopaedia Britannica).
- Tiongkok (1949–sekarang): Mao Zedong menerapkan kepemilikan kolektif melalui komune rakyat selama Lompatan Jauh ke Depan (1958–1962), meskipun kebijakan ini menyebabkan kelaparan massal. Reformasi Deng Xiaoping pada 1980-an memperkenalkan elemen pasar, tetapi Partai Komunis tetap mengontrol sektor strategis (Kompas.id).
- Kuba (1959–sekarang): Revolusi Kuba di bawah Fidel Castro menasionalisasi industri dan pertanian, dengan fokus pada kepemilikan kolektif untuk kesejahteraan sosial (Stanford Encyclopedia of Philosophy).
3. Prinsip Dasar Kepemilikan Kolektif dalam Komunisme

Kepemilikan kolektif dalam komunisme didasarkan pada beberapa prinsip kunci:
3.1 Penghapusan Kepemilikan Pribadi
Kepemilikan pribadi atas alat produksi dianggap sebagai akar eksploitasi. Dalam komunisme, tanah, pabrik, dan sumber daya lainnya dimiliki bersama, baik oleh negara (sebagai perwakilan rakyat) atau komunitas lokal. Namun, kepemilikan pribadi atas barang konsumsi, seperti pakaian atau rumah, tetap diizinkan (Manifesto Komunis).
3.2 Produksi untuk Kebutuhan, Bukan Keuntungan
Dalam sistem kapitalis, produksi diarahkan untuk memaksimalkan keuntungan pemilik modal. Dalam komunisme, produksi direncanakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, seperti makanan, perumahan, dan pendidikan, tanpa memprioritaskan profit (Encyclopaedia Britannica).
3.3 Perencanaan Ekonomi Terpusat
Untuk mengelola alat produksi secara kolektif, banyak negara komunis menerapkan perencanaan ekonomi terpusat. Negara menentukan target produksi, alokasi sumber daya, dan distribusi barang, seperti yang dilakukan Uni Soviet melalui rencana lima tahunan (Kompas.id).
3.4 Partisipasi Buruh
Komunisme mengidealkan partisipasi buruh dalam pengelolaan alat produksi, baik melalui dewan pekerja (soviet) atau koperasi. Dalam praktiknya, partisipasi ini sering terbatas karena kontrol birokrasi negara (Stanford Encyclopedia of Philosophy).
4. Implementasi Kepemilikan Kolektif: Sukses dan Kegagalan

4.1 Keberhasilan
- Industrialisasi Cepat: Di Uni Soviet, nasionalisasi alat produksi memungkinkan transformasi dari ekonomi agraris menjadi kekuatan industri dalam waktu singkat (1920-an–1930-an) (Encyclopaedia Britannica).
- Kesejahteraan Sosial: Negara-negara komunis seperti Kuba menyediakan pendidikan dan kesehatan gratis, meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin (Kompas.id).
- Pengurangan Ketimpangan: Kepemilikan kolektif mengurangi kesenjangan antara kaya dan miskin di beberapa negara, meskipun tidak sepenuhnya menghapusnya (Stanford Encyclopedia of Philosophy).
4.2 Kegagalan dan Tantangan
- Birokrasi dan Korupsi: Pengelolaan alat produksi oleh negara sering kali menghasilkan birokrasi yang tidak efisien dan korupsi, seperti di Uni Soviet pada 1970-an (Encyclopaedia Britannica).
- Krisis Ekonomi: Perencanaan terpusat sering gagal memenuhi kebutuhan masyarakat, menyebabkan kelangkaan barang, seperti yang terjadi di Tiongkok selama Lompatan Jauh ke Depan (Kompas.id).
- Represi Politik: Untuk mempertahankan kepemilikan kolektif, banyak rezim komunis menggunakan otoritarianisme, membungkam kritik dan membatasi kebebasan (Stanford Encyclopedia of Philosophy).
- Resistensi Petani: Kolektivisasi paksa, seperti di Uni Soviet, menyebabkan perlawanan petani, penurunan produksi pertanian, dan kelaparan (Encyclopaedia Britannica).
5. Kritik terhadap Kepemilikan Kolektif dalam Komunisme
Kepemilikan kolektif telah menuai kritik dari berbagai sudut pandang:
5.1 Kritik Ekonomi
- Kurangnya Insentif: Tanpa kepemilikan pribadi, individu atau pekerja sering kehilangan motivasi untuk meningkatkan produktivitas, seperti yang terjadi di banyak ekonomi terpusat (The Economist).
- Inefisiensi: Perencanaan terpusat sulit mengantisipasi permintaan pasar, menyebabkan kelebihan produksi di satu sektor dan kekurangan di sektor lain (Encyclopaedia Britannica).
- Inovasi Terhambat: Tanpa kompetisi pasar, inovasi teknologi cenderung melambat, seperti yang terlihat di Uni Soviet pada akhir abad ke-20 (Stanford Encyclopedia of Philosophy).
5.2 Kritik Politik
- Otoritarianisme: Negara yang mengelola alat produksi sering menjadi otoriter untuk menjaga kontrol, seperti yang terjadi di bawah Stalin atau Mao (Kompas.id).
- Hilangnya Kebebasan Individu: Kepemilikan kolektif dapat membatasi kebebasan individu untuk memiliki properti atau menentukan nasib ekonomi mereka (The Economist).
5.3 Kritik Sosial
- Ketimpangan Baru: Meskipun bertujuan menghapus kelas, komunisme sering menciptakan elit baru dalam bentuk birokrat atau pejabat partai (Encyclopaedia Britannica).
- Budaya Represif: Penekanan pada kolektivisme dapat menekan ekspresi individu, seperti yang terjadi selama Revolusi Kebudayaan Tiongkok (Stanford Encyclopedia of Philosophy).
6. Komunisme di Indonesia: Konteks dan Kontroversi
6.1 Perkembangan PKI
Di Indonesia, komunisme diwakili oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), yang didirikan pada 1920. PKI mengadvokasi kepemilikan kolektif atas tanah dan sumber daya untuk mengatasi kemiskinan petani dan buruh. Pada 1950-an dan awal 1960-an, PKI menjadi salah satu partai terbesar, dengan jutaan anggota, mendukung reforma agraria untuk mendistribusikan tanah kepada petani (Kompas.id).
6.2 Tragedi 1965–1966
Pada 1965, upaya kudeta yang gagal (Gestapu) dikaitkan dengan PKI, memicu pembantaian massal terhadap ratusan ribu anggota dan simpatisan PKI. Orde Baru di bawah Soeharto melarang komunisme, menyamakan ideologi ini dengan ateisme dan ancaman nasional (Tirto.id). Kepemilikan kolektif, yang menjadi inti PKI, ditolak demi ekonomi pasar yang didukung kapitalisme.
6.3 Warisan dan Stigma
Hingga 2025, komunisme tetap menjadi isu sensitif di Indonesia. Narasi anti-komunis Orde Baru telah menciptakan stigma bahwa komunisme bertentangan dengan Pancasila dan agama, meskipun beberapa akademisi berargumen bahwa gagasan kepemilikan kolektif relevan untuk mengatasi ketimpangan ekonomi (Kompas.id).
7. Relevansi Kepemilikan Kolektif di Era Modern
Meskipun banyak negara komunis telah beralih ke ekonomi campuran (seperti Tiongkok dan Vietnam), konsep kepemilikan kolektif tetap relevan dalam beberapa konteks:
- Koperasi dan Ekonomi Berbagi: Model koperasi, seperti di Spanyol atau Indonesia, mencerminkan semangat kepemilikan kolektif tanpa otoritarianisme (The Economist).
- Gerakan Sosial: Gerakan petani dan buruh di negara berkembang sering mengadvokasi redistribusi tanah atau sumber daya, sejalan dengan ide komunisme (Kompas.id).
- Krisis Iklim: Kepemilikan kolektif atas sumber daya alam, seperti hutan atau air, diusulkan untuk mencegah eksploitasi berlebihan oleh korporasi (Stanford Encyclopedia of Philosophy).
Namun, tantangan seperti globalisasi, dominasi kapitalisme, dan trauma sejarah (seperti di Indonesia) membatasi penerapan komunisme murni.
8. Kesimpulan
Paham komunisme, dengan kepemilikan kolektif atas alat produksi sebagai intinya, adalah ideologi yang bertujuan menciptakan masyarakat tanpa kelas dan tanpa eksploitasi. Dikembangkan oleh Marx dan Engels, konsep ini menawarkan visi egaliter di mana sumber daya produktif dikelola bersama untuk kepentingan masyarakat, bukan keuntungan individu. Meskipun berhasil dalam industrialisasi dan kesejahteraan sosial di beberapa negara, implementasi kepemilikan kolektif sering kali terhambat oleh birokrasi, represi politik, dan inefisiensi ekonomi. Di Indonesia, komunisme memiliki sejarah kontroversial yang masih memengaruhi persepsi publik. Meski begitu, gagasan kepemilikan kolektif tetap relevan dalam diskusi tentang ketimpangan dan keberlanjutan. Seperti dikatakan oleh Marx, “Sejarah semua masyarakat yang ada hingga kini adalah sejarah perjuangan kelas” (Manifesto Komunis). Dengan memahami komunisme secara mendalam, kita dapat mengevaluasi kekuatan dan kelemahannya dalam mencari solusi untuk tantangan sosial-ekonomi modern.
Referensi
- Encyclopaedia Britannica. (2025). Communism. https://www.britannica.com/topic/communism
- Stanford Encyclopedia of Philosophy. (2023). Karl Marx. https://plato.stanford.edu/entries/marx/
- Kompas.id. (2022). Komunisme di Indonesia: Sejarah dan Kontroversi. https://www.kompas.id
- Tirto.id. (2020). PKI dan Tragedi 1965: Fakta dan Fiksi. https://tirto.id
BACA JUGA: Pengertian dan Perbedaan Paham Komunisme Menurut Marxisme: Analisis Mendalam
BACA JUGA: Tim Berners-Lee: Pencetus World Wide Web dan Karya Revolusioner yang Mengubah Dunia
BACA JUGA: Dampak Positif dan Negatif Media Sosial di Era 2025: Peluang dan Tantangan dalam Kehidupan Digital