Paham Komunisme dan Hukum Tenaga Kerja: Analisis Ideologi, Implementasi, dan Konteks Indonesia
Penulis: Riyan Wicaksono
Editor: Muhammad Kadafi
Tim Redaksi: Diplomasi Internasional Perusahaan Victory88
romanticheadlines.com, 29 Mei 2025

Komunisme, sebagai ideologi yang dikembangkan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels, menawarkan visi masyarakat tanpa kelas di mana alat produksi seperti tanah, tenaga kerja, dan modal dimiliki secara kolektif. Dalam konteks hukum tenaga kerja (labor law), komunisme mengusulkan pengendalian negara atas hubungan kerja untuk menghapus eksploitasi buruh oleh kapitalis, memastikan kesetaraan, dan mendistribusikan hasil produksi secara merata. Namun, di Indonesia, paham komunisme dilarang sejak 1966 melalui TAP MPRS No. XXV/1966 karena dianggap bertentangan dengan Pancasila dan mengancam stabilitas nasional, terutama setelah peristiwa G30S/PKI 1965. Artikel ini menyajikan analisis mendalam tentang paham komunisme, prinsip hukum tenaga kerjanya, perbandingan dengan hukum ketenagakerjaan Indonesia, tantangan implementasi, serta relevansinya dalam konteks modern hingga Mei 2025.
1. Pengertian dan Prinsip Dasar Komunisme

a. Definisi Komunisme
Menurut National Geographic Society, komunisme adalah ideologi politik dan ekonomi yang bertujuan menciptakan masyarakat tanpa kelas, di mana semua properti dan kekayaan dikendalikan oleh negara atau komunitas untuk kepentingan bersama. Ideologi ini berakar dari Manifesto Komunis (1848) karya Karl Marx dan Friedrich Engels, yang mengkritik kapitalisme karena menyebabkan ketimpangan sosial akibat akumulasi modal oleh segelintir pemilik modal (kapitalis). Komunisme menekankan kepemilikan kolektif atas alat produksi—tanah, tenaga kerja, dan modal—untuk menghapus eksploitasi buruh (proletar) oleh pemilik modal (borjuis).
b. Prinsip Utama Komunisme
Berdasarkan Kompas.com (2022), ciri-ciri sistem pemerintahan komunis meliputi:
- Kepemilikan Kolektif: Semua alat produksi dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat secara merata.
- Penghapusan Kelas Sosial: Tujuannya adalah masyarakat tanpa kelas, di mana tidak ada perbedaan antara buruh dan pemilik modal.
- Sistem Partai Tunggal: Partai komunis menjadi satu-satunya kekuatan politik, tanpa partai oposisi.
- Demokrasi Terbatas: Hanya elit partai komunis yang memiliki hak politik signifikan, membatasi kebebasan individu non-anggota.
- Penolakan Hak Perorangan: Hak individu dianggap sekunder dibandingkan kepentingan kolektif.
- Ateisme: Agama sering dianggap sebagai “candu rakyat” yang menghambat revolusi sosial.
c. Komunisme dan Tenaga Kerja
Dalam komunisme, tenaga kerja dipandang sebagai elemen sentral produksi. Marx berpendapat bahwa dalam kapitalisme, buruh dieksploitasi karena hanya menerima upah minimum sementara keuntungan besar diambil oleh kapitalis. Komunisme mengusulkan:
- Kontrol Negara atas Hubungan Kerja: Negara mengatur upah, jam kerja, dan kondisi kerja untuk memastikan kesetaraan.
- Penghapusan Eksploitasi: Buruh tidak lagi bekerja untuk keuntungan pribadi kapitalis, tetapi untuk kesejahteraan kolektif.
- Distribusi Hasil Produksi: Kekayaan yang dihasilkan didistribusikan berdasarkan kebutuhan, bukan kepemilikan modal.
- Hak Mogok dan Serikat Pekerja: Dalam teori, buruh memiliki hak untuk berserikat dan mogok, tetapi dalam praktik, serikat pekerja sering dikendalikan negara.
2. Hukum Tenaga Kerja dalam Kerangka Komunisme

a. Prinsip Hukum Tenaga Kerja Komunis
Hukum tenaga kerja dalam komunisme dirancang untuk melindungi buruh dari eksploitasi dan memastikan kesejahteraan kolektif. Berdasarkan analisis Encyclopaedia Britannica, prinsip-prinsipnya meliputi:
- Kepemilikan Negara atas Produksi: Semua perusahaan dan industri dikuasai negara, sehingga hubungan kerja diatur oleh pemerintah, bukan perjanjian individu.
- Upah Berbasis Kebutuhan: Upah ditentukan oleh negara berdasarkan kebutuhan hidup, bukan produktivitas individu.
- Jaminan Pekerjaan: Setiap warga negara dijamin pekerjaan, menghapus pengangguran melalui perencanaan ekonomi terpusat.
- Kesejahteraan Sosial: Negara menyediakan jaminan sosial, seperti kesehatan, pendidikan, dan pensiun, untuk semua pekerja.
- Kontrol Serikat Pekerja: Serikat pekerja berfungsi sebagai perpanjangan negara, bukan entitas independen, untuk memastikan keselarasan dengan tujuan komunis.
b. Implementasi di Negara Komunis
Di negara-negara komunis seperti Uni Soviet (1922–1991), Republik Rakyat Tiongkok, dan Kuba, hukum tenaga kerja mencerminkan ideologi ini:
- Uni Soviet: Menurut Britannica, pemerintah Soviet mengatur semua aspek ketenagakerjaan melalui rencana lima tahunan. Pekerja dijamin pekerjaan, tetapi mobilitas kerja dibatasi, dan upah dikendalikan negara. Serikat pekerja seperti All-Union Central Council of Trade Unions lebih berfungsi sebagai alat propaganda daripada pembela hak buruh.
- Tiongkok: Di bawah Mao Zedong, sistem danwei (unit kerja) mengikat pekerja pada perusahaan negara, menyediakan pekerjaan, perumahan, dan jaminan sosial, tetapi menghilangkan kebebasan memilih pekerjaan. Reformasi Deng Xiaoping pada 1980-an memperkenalkan elemen pasar, mengurangi kontrol ketat atas tenaga kerja.
- Kuba: Hingga 2025, pemerintah Kuba masih mengendalikan sebagian besar industri, dengan upah pekerja ditentukan negara. Namun, reformasi ekonomi sejak 2010 memungkinkan sektor swasta kecil, meskipun tetap di bawah pengawasan ketat.
c. Kelemahan dalam Praktik
Meskipun teori komunisme menjanjikan kesejahteraan buruh, implementasinya sering bermasalah:
- Otoritarianisme: Partai komunis sering menjadi diktator, membatasi kebebasan buruh untuk berserikat atau mogok.
- Efisiensi Rendah: Perencanaan ekonomi terpusat menyebabkan inefisiensi, seperti kekurangan barang atau produktivitas rendah.
- Ketimpangan Baru: Elit partai sering menikmati hak istimewa, menciptakan hierarki baru yang bertentangan dengan visi tanpa kelas.
- Represi Hak Individu: Kebebasan memilih pekerjaan atau menegosiasikan upah dibatasi, mengurangi otonomi pekerja.
3. Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia

a. Landasan Hukum
Di Indonesia, hukum ketenagakerjaan diatur oleh UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang telah diubah sebagian melalui UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Menurut Hukumonline.com, tujuan hukum ketenagakerjaan Indonesia adalah:
- Memberdayakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi.
- Mewujudkan kesetaraan kesempatan kerja.
- Memberikan perlindungan terhadap hak-hak pekerja, termasuk upah, keselamatan, dan kesehatan.
- Meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.
UU No. 13/2003 mengatur hubungan kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), serta aspek seperti upah, jaminan sosial, dan penyelesaian perselisihan industrial melalui UU No. 2 Tahun 2004. UU Ciptaker memperkenalkan perubahan, seperti fleksibilitas PKWT dan pengurangan sanksi bagi pengusaha, yang memicu kontroversi karena dianggap mengurangi perlindungan pekerja.
b. Prinsip Perlindungan Tenaga Kerja
Menurut Abdullah Sulaiman, perlindungan tenaga kerja di Indonesia mencakup lima jenis:
- Ekonomis: Perlindungan upah dan syarat kerja melalui perjanjian kerja.
- Keselamatan Kerja: Perlindungan terhadap bahaya di tempat kerja, seperti kecelakaan.
- Kesehatan Kerja: Jaminan kesehatan untuk mencegah perlakuan tidak manusiawi.
- Hubungan Kerja: Perlindungan hak dan kewajiban dalam kontrak kerja.
- Kepastian Hukum: Perlindungan melalui peraturan perundang-undangan, seperti jaminan sosial dan non-diskriminasi.
c. Peran Serikat Pekerja
UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja menjamin hak pekerja untuk berserikat, sesuai dengan Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat, yang diratifikasi Indonesia. Serikat pekerja berperan dalam negosiasi kolektif, mediasi perselisihan, dan advokasi di forum tripartit (pekerja, pengusaha, pemerintah). Berbeda dengan komunisme, serikat pekerja di Indonesia independen dari negara, meskipun sering menghadapi tekanan dari pengusaha.
4. Perbandingan Hukum Tenaga Kerja Komunis dan Indonesia
Aspek | Komunisme | Indonesia (UU No. 13/2003 & UU Ciptaker) |
---|---|---|
Kepemilikan Produksi | Negara menguasai semua alat produksi, termasuk perusahaan. | Perusahaan dimiliki swasta atau negara, dengan kebebasan kontrak. |
Upah | Ditentukan negara berdasarkan kebutuhan, bukan produktivitas. | Berdasarkan perjanjian kerja, dengan upah minimum regional. |
Kebebasan Pekerja | Terbatas; pekerjaan diatur negara, mobilitas rendah. | Pekerja bebas memilih pekerjaan, dengan hak mogok dan serikat. |
Serikat Pekerja | Dikendalikan negara, berfungsi sebagai alat propaganda. | Independen, dengan hak negosiasi kolektif dan advokasi. |
Jaminan Sosial | Universal, disediakan negara (kesehatan, pendidikan, pensiun). | Jaminan sosial melalui BPJS, dengan kontribusi pekerja-pengusaha. |
Hak Individu | Sekunder dibandingkan kepentingan kolektif. | Dilindungi, dengan prinsip non-diskriminasi dan keadilan sosial. |
Fleksibilitas Kerja | Rendah; perencanaan terpusat membatasi inovasi. | Tinggi; UU Ciptaker memfasilitasi PKWT dan outsourcing. |
a. Persamaan
- Perlindungan Pekerja: Baik komunisme maupun hukum Indonesia menekankan perlindungan pekerja, seperti jaminan sosial dan keselamatan kerja.
- Kesejahteraan: Keduanya bertujuan meningkatkan kesejahteraan pekerja, meskipun dengan pendekatan berbeda.
b. Perbedaan
- Kontrol Negara: Komunisme menempatkan negara sebagai pengontrol utama, sementara Indonesia mengadopsi sistem pasar dengan regulasi pemerintah.
- Kebebasan Individu: Hukum Indonesia menjamin kebebasan memilih pekerjaan dan berserikat, yang dibatasi dalam komunisme.
- Fleksibilitas Ekonomi: UU Ciptaker mendukung fleksibilitas untuk menarik investasi, sedangkan komunisme cenderung kaku akibat perencanaan terpusat.
5. Alasan Pelarangan Komunisme di Indonesia
a. Latar Belakang Historis
Komunisme dilarang di Indonesia melalui TAP MPRS No. XXV/1966 setelah peristiwa G30S/PKI pada 30 September 1965, yang dianggap sebagai upaya kudeta oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Menurut Kompas.com, pelarangan ini didasarkan pada:
- Konflik dengan Pancasila: Komunisme, dengan ateisme dan penolakan hak individu, bertentangan dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
- Ancaman Stabilitas: PKI dianggap mengancam keamanan nasional melalui propaganda dan konflik bersenjata, seperti pemberontakan Madiun 1948.
- Kediktatoran: Sistem partai tunggal komunis dianggap menghambat demokrasi dan memicu otoritarianisme.
b. Dampak pada Hukum Tenaga Kerja
Pelarangan komunisme memengaruhi perkembangan hukum ketenagakerjaan di Indonesia:
- Penekanan pada Hubungan Industrial Pancasila: Pada era Orde Baru, hubungan industrial diarahkan untuk harmoni antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah, menolak konsep perjuangan kelas ala komunisme.
- Represi Serikat Pekerja: Serikat pekerja independen dibatasi hingga Reformasi 1998, ketika UU No. 21/2000 disahkan untuk memenuhi standar ILO.
- Fokus pada Keadilan Sosial: Hukum ketenagakerjaan Indonesia menekankan keadilan sosial berdasarkan Pancasila, bukan penghapusan kelas sosial.
c. Relevansi pada 2025
Hingga Mei 2025, pelarangan komunisme tetap berlaku di Indonesia, didukung oleh UU No. 27 Tahun 1999 tentang Perubahan KUHP terkait Kejahatan terhadap Keamanan Negara. Kekhawatiran terhadap “bahaya laten komunisme” masih muncul dalam wacana publik, terutama terkait isu ketimpangan ekonomi. Namun, menurut Media Indonesia, langkah pencegahan lebih menekankan pada:
- Pendidikan tentang sejarah G30S/PKI untuk meningkatkan kesadaran generasi muda.
- Penguatan ekonomi rakyat untuk mengurangi kesenjangan sosial, yang dapat menjadi pemicu ideologi ekstrem.
- Promosi nilai-nilai Pancasila dan kebebasan berekspresi secara demokratis.
6. Tantangan dan Kritik terhadap Hukum Tenaga Kerja Komunis
a. Tantangan Implementasi
- Otoritarianisme: Dalam praktik, negara komunis seperti Uni Soviet dan Tiongkok sering menggunakan hukum tenaga kerja untuk mengendalikan buruh, bukan membebaskan mereka.
- Kurangnya Inovasi: Perencanaan terpusat menghambat fleksibilitas dan inovasi, menyebabkan stagnasi ekonomi.
- Represi Hak Buruh: Hak mogok dan kebebasan berserikat dibatasi, bertentangan dengan visi Marx tentang emansipasi buruh.
b. Kritik terhadap Ideologi
- Utopia yang Tidak Realistis: Visi masyarakat tanpa kelas sulit dicapai karena hierarki baru sering muncul di kalangan elit partai.
- Penolakan Hak Individu: Fokus pada kolektivisme mengorbankan kebebasan individu, yang dianggap bertentangan dengan hak asasi manusia.
- Konflik dengan Budaya Lokal: Di Indonesia, ateisme komunisme bertentangan dengan nilai-nilai agama yang kuat, membuatnya sulit diterima.
c. Perbandingan dengan Indonesia
Hukum ketenagakerjaan Indonesia, meskipun tidak sempurna, menawarkan fleksibilitas dan perlindungan yang lebih seimbang dibandingkan model komunis. Namun, UU Ciptaker dikritik karena mengurangi hak pekerja, seperti penghapusan Pasal 169 UU No. 13/2003 yang memungkinkan pekerja mengajukan PHK jika dirugikan perusahaan. Ini menunjukkan bahwa tantangan ketimpangan dalam hubungan kerja tetap ada, meskipun dalam kerangka kapitalisme demokratis.
7. Relevansi dan Pelajaran untuk Masa Depan
a. Relevansi pada 2025
Meskipun komunisme tidak lagi relevan sebagai ideologi politik di Indonesia, konsep perlindungan buruh yang diusungnya tetap penting. Ketimpangan ekonomi, pengangguran, dan kondisi kerja yang tidak manusiawi masih menjadi isu global. Di Indonesia, data BPS (2024) menunjukkan tingkat pengangguran terbuka sebesar 5,32%, dengan banyak pekerja informal tanpa jaminan sosial. Hukum ketenagakerjaan perlu terus diperkuat untuk:
- Meningkatkan literasi tenaga kerja tentang hak dan kewajiban.
- Memperluas akses jaminan sosial melalui BPJS Ketenagakerjaan.
- Mengatasi diskriminasi di tempat kerja, terutama terhadap pekerja migran dan perempuan.
b. Pelajaran dari Komunisme
- Pentingnya Perlindungan Buruh: Komunisme menyoroti pentingnya melindungi buruh dari eksploitasi, sebuah prinsip yang relevan dalam hukum ketenagakerjaan modern.
- Keseimbangan Kolektif dan Individu: Indonesia dapat mengadopsi semangat keadilan sosial komunisme tanpa mengorbankan kebebasan individu.
- Peran Serikat Pekerja: Serikat pekerja independen, seperti yang dijamin UU No. 21/2000, lebih efektif dalam advokasi dibandingkan model komunis yang terpusat.
c. Tantangan ke Depan
Pada 2025, globalisasi dan otomatisasi menimbulkan tantangan baru bagi tenaga kerja, seperti pengurangan lapangan kerja akibat AI dan robotika. Indonesia perlu memperbarui hukum ketenagakerjaan untuk mengakomodasi gig economy, pekerja digital, dan perlindungan terhadap tenaga kerja asing, sembari menjaga nilai-nilai Pancasila.
8. Kesimpulan
Paham komunisme menawarkan visi ideal masyarakat tanpa kelas dengan hukum tenaga kerja yang berfokus pada kepemilikan kolektif, perlindungan buruh, dan distribusi merata. Namun, dalam praktik, implementasinya sering kali otoriter, membatasi kebebasan individu dan menciptakan inefisiensi. Di Indonesia, hukum ketenagakerjaan berdasarkan UU No. 13/2003 dan UU Ciptaker mengadopsi pendekatan kapitalisme demokratis, menekankan keadilan sosial, kebebasan berserikat, dan perlindungan pekerja, meskipun masih menghadapi tantangan seperti fleksibilitas kerja dan ketimpangan.
Pelarangan komunisme di Indonesia sejak 1966 mencerminkan konflik ideologi dengan Pancasila, tetapi isu ketimpangan ekonomi yang menjadi pemicu komunisme tetap relevan. Hingga Mei 2025, Indonesia perlu memperkuat hukum ketenagakerjaan untuk mengatasi tantangan modern sembari menjaga keseimbangan antara perlindungan pekerja dan iklim investasi. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi sumber seperti Hukumonline.com (www.hukumonline.com), Kompas.com (www.kompas.com), atau arsip perundang-undangan di bphn.go.id. Hukum tenaga kerja yang adil adalah kunci untuk mewujudkan kesejahteraan tanpa mengorbankan kebebasan individu.
BACA JUGA: Seni dan Tradisi Negara Palau: Warisan Budaya Mikronesia yang Kaya
BACA JUGA: Letak Geografis dan Fisik Alami Negara Seychelles
BACA JUGA: Kampanye Publik: Strategi, Implementasi, dan Dampak dalam Mendorong Perubahan Sosial