Negara Komunis dan Kebijakan Lingkungan Hidup: Analisis Mendalam tentang Pendekatan, Tantangan, dan Dampak
romanticheadlines.com, 12 MEI 2025
Penulis: Riyan Wicaksono
Editor: Muhammad Kadafi
Tim Redaksi: Diplomasi Internasional Perusahaan Victory88

Komunisme, sebagai ideologi sosiopolitik dan ekonomi yang menekankan kepemilikan bersama atas alat produksi dan penghapusan kelas sosial, telah diadopsi oleh sejumlah negara di dunia, terutama pada abad ke-20. Negara-negara seperti Tiongkok, Vietnam, Kuba, Laos, dan Korea Utara masih mempertahankan sistem pemerintahan berbasis komunisme, meskipun dengan variasi seperti Maoisme atau Juche. Di tengah tantangan global seperti perubahan iklim, deforestasi, dan polusi, kebijakan lingkungan hidup di negara-negara komunis menjadi topik penting untuk dipelajari. Bagaimana ideologi komunisme, yang menitikberatkan pada kontrol negara atas sumber daya, memengaruhi pendekatan terhadap pelestarian lingkungan? Apa dampak kebijakan lingkungan di negara-negara ini, dan tantangan apa yang dihadapi?
Artikel ini menyajikan analisis mendalam, akurat, dan terpercaya tentang kebijakan lingkungan hidup di negara-negara komunis, dengan fokus pada Tiongkok, Vietnam, Kuba, Laos, dan Korea Utara. Informasi disusun berdasarkan sumber kredibel seperti Encyclopaedia Britannica, World Population Review, CNN Indonesia, Kompas.com, dan jurnal akademik seperti Environmental Science & Policy. Artikel ini mengulas konteks ideologis komunisme, pendekatan kebijakan lingkungan, implementasi, dampak, serta tantangan yang dihadapi, dengan tujuan memberikan wawasan komprehensif bagi pembaca, peneliti, dan pembuat kebijakan.
Konteks Ideologi Komunisme dan Lingkungan Hidup

Komunisme, yang berakar dari pemikiran Karl Marx dan Friedrich Engels, menekankan kepemilikan kolektif atas alat produksi dan sumber daya alam untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Dalam Manifesto Komunis (1848), Marx dan Engels mengkritik kapitalisme karena eksploitasi sumber daya alam dan tenaga kerja yang tidak berkelanjutan. Materialisme historis, landasan komunisme, memandang sejarah sebagai hasil konflik kelas yang didorong oleh perkembangan ekonomi, termasuk pengelolaan sumber daya alam. Dalam teori, komunisme menjanjikan distribusi sumber daya yang adil, yang dapat mendukung pelestarian lingkungan melalui kontrol negara yang terpusat. Namun, dalam praktik, prioritas industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi sering kali mengorbankan lingkungan.
Menurut Encyclopaedia Britannica, komunisme mengutamakan kepentingan kolektif di atas individu, dengan negara sebagai pengelola utama sumber daya. Dalam konteks lingkungan, ini berarti kebijakan lingkungan hidup sepenuhnya diatur oleh pemerintah, tanpa kepemilikan pribadi atas tanah atau sumber daya alam. Negara komunis seperti Tiongkok dan Vietnam telah mengadopsi pendekatan ini, tetapi dengan reformasi ekonomi yang memperkenalkan elemen pasar, menciptakan dinamika baru dalam pengelolaan lingkungan. Sementara itu, Korea Utara dan Kuba tetap mempertahankan kontrol ketat, sedangkan Laos menunjukkan kombinasi komunisme dan reformasi terbatas.
Negara-Negara Komunis dan Kebijakan Lingkungan Hidup

Berikut adalah analisis kebijakan lingkungan hidup di lima negara komunis yang masih eksis hingga 2025: Tiongkok, Vietnam, Kuba, Laos, dan Korea Utara. Setiap negara memiliki pendekatan unik yang dipengaruhi oleh ideologi, konteks sosial-ekonomi, dan tekanan global.
1. Tiongkok: Dari Krisis Lingkungan ke Transisi Hijau
Konteks: Republik Rakyat Tiongkok, yang berdiri pada 1949 di bawah kepemimpinan Mao Zedong, mengadopsi Maoisme, varian komunisme yang menekankan peran petani dan industrialisasi cepat. Program seperti Lompatan Jauh ke Depan (1958–1962) bertujuan meningkatkan produksi industri dan pertanian, tetapi menyebabkan kerusakan lingkungan parah, termasuk deforestasi, erosi tanah, dan kelaparan besar yang menewaskan jutaan orang. Reformasi ekonomi Deng Xiaoping pada 1978 memperkenalkan elemen kapitalisme, mendorong pertumbuhan ekonomi pesat namun memperburuk polusi udara, air, dan tanah.
Kebijakan Lingkungan:
- Era Mao: Kebijakan lingkungan minim, dengan fokus pada produksi. Contohnya, pembasmian burung pipit dalam Lompatan Jauh mengganggu keseimbangan ekosistem, meningkatkan hama pertanian.
- Pasca-Reformasi: Sejak 2000-an, Tiongkok mulai menangani krisis lingkungan akibat industrialisasi. Pada 2013, Air Pollution Prevention and Control Action Plan diluncurkan untuk mengurangi polusi udara di kota-kota besar. Pada 2020, Presiden Xi Jinping mengumumkan target netralitas karbon pada 2060 dan puncak emisi karbon pada 2030.
- Investasi Energi Terbarukan: Tiongkok adalah pemimpin global dalam energi surya dan angin, menyumbang 40% kapasitas surya dunia pada 2023 (International Energy Agency). Proyek seperti Three Gorges Dam meningkatkan energi hidroelektrik, meskipun menuai kritik karena dampak ekologisnya.
- Regulasi: UU Perlindungan Lingkungan (1989, direvisi 2014) memperketat standar emisi industri. Pemerintah juga meluncurkan sistem Eco-Compensation untuk melindungi hutan dan sungai.
Dampak:
- Positif: Penurunan polusi udara di Beijing dan Shanghai, dengan PM2.5 turun 50% antara 2013–2020. Hutan kembali ditanam, dengan cakupan hutan meningkat dari 18% pada 1990 menjadi 23% pada 2020.
- Negatif: Tiongkok tetap penyumbang emisi karbon terbesar dunia (28% emisi global pada 2023). Pertambangan batubara dan industri berat terus mencemari lingkungan. Proyek infrastruktur seperti Belt and Road Initiative sering dikritik karena merusak ekosistem di negara mitra.
Tantangan: Kontrol terpusat Partai Komunis Tiongkok membatasi partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan lingkungan. Korupsi lokal dan penegakan hukum yang lemah menghambat implementasi. Ketergantungan pada batubara (60% energi pada 2023) mempersulit transisi hijau.
2. Vietnam: Keseimbangan antara Komunisme dan Reformasi Pasar
Konteks: Vietnam bersatu di bawah Partai Komunis Vietnam pada 1975 setelah Perang Vietnam. Kebijakan Doi Moi (1986) memperkenalkan reformasi pasar, mengubah ekonomi terpusat menjadi ekonomi campuran. Pertumbuhan ekonomi pesat meningkatkan polusi industri dan deforestasi, tetapi Vietnam juga menghadapi ancaman perubahan iklim, seperti naiknya permukaan laut yang mengancam Delta Mekong.
Kebijakan Lingkungan:
- UU Perlindungan Lingkungan: UU No. 55/2014 dan revisi 2020 mengatur pengelolaan limbah, emisi, dan konservasi biodiversitas. Pemerintah menetapkan target 20% energi terbarukan pada 2030.
- Konservasi Hutan: Program Payment for Forest Environmental Services (PFES) sejak 2010 membayar masyarakat lokal untuk melindungi hutan, mengurangi deforestasi sebesar 30% di beberapa wilayah.
- Adaptasi Iklim: National Climate Change Strategy (2011) fokus pada perlindungan pesisir dan pertanian berkelanjutan. Vietnam juga aktif dalam Paris Agreement, menjanjikan pengurangan emisi 9% pada 2030 tanpa bantuan internasional.
- Pengendalian Polusi: Industri wajib memasang sistem pengolahan limbah, meskipun penegakan bervariasi.
Dampak:
- Positif: Luas hutan meningkat dari 28% pada 1990 menjadi 42% pada 2020 (FAO). Emisi karbon per kapita tetap rendah (2,3 ton per orang pada 2023). Proyek energi surya tumbuh pesat, dengan kapasitas 16 GW pada 2023.
- Negatif: Polusi air dari industri tekstil dan pertambangan tetap menjadi masalah. Delta Mekong menghadapi risiko banjir dan salinitas akibat bendungan hulu di Tiongkok dan Laos. Urbanisasi cepat meningkatkan limbah plastik.
Tantangan: Reformasi pasar meningkatkan investasi asing, tetapi perusahaan sering mengabaikan standar lingkungan. Kapasitas penegakan hukum terbatas, dan kesadaran masyarakat tentang isu lingkungan masih rendah. Kontrol media oleh Partai Komunis membatasi kritik terhadap proyek yang merusak lingkungan.
3. Kuba: Komunisme Barat dengan Fokus Ekologi Sosial
Konteks: Kuba menjadi negara komunis pada 1959 di bawah Fidel Castro. Embargo AS sejak 1960 memantik krisis ekonomi, memaksa Kuba mengadopsi praktik pertanian organik dan hemat energi. Kuba dikenal sebagai salah satu negara paling ramah lingkungan karena emisi karbon rendah dan fokus pada keberlanjutan.
Kebijakan Lingkungan:
- Pertanian Organik: Setelah runtuhnya Uni Soviet pada 1991, Kuba kehilangan pasokan pupuk kimia, mendorong Periodo Especial yang mengembangkan pertanian organik. Pada 2023, 80% pertanian Kuba menggunakan metode organik (Cuba Journal).
- Energi Terbarukan: Energy Revolution (2006) meningkatkan penggunaan energi surya dan biomassa. Kuba menargetkan 24% energi terbarukan pada 2030.
- Konservasi Biodiversitas: UU Lingkungan Hidup No. 81/1997 melindungi 25% wilayah Kuba sebagai kawasan konservasi, termasuk Taman Nasional Ciénaga de Zapata.
- Pendidikan Lingkungan: Program pendidikan nasional mengintegrasikan kesadaran lingkungan, dengan fokus pada keadilan ekologis.
Dampak:
- Positif: Kuba memiliki jejak karbon terendah di Amerika Latin (0,8 ton per kapita pada 2022). Pertanian organik meningkatkan ketahanan pangan. Konservasi terumbu karang dan hutan mangrove menjadi model global.
- Negatif: Infrastruktur tua menyebabkan polusi dari pembangkit listrik berbahan bakar minyak. Krisis ekonomi membatasi investasi dalam teknologi hijau.
Tantangan: Embargo AS menghambat akses ke teknologi ramah lingkungan. Kontrol terpusat membatasi inisiatif masyarakat sipil. Perubahan iklim, seperti badai yang semakin intens, mengancam infrastruktur pesisir.
4. Laos: Komunisme dengan Reformasi Terbatas
Konteks: Laos di bawah Partai Revolusi Rakyat Laos sejak 1975 mengadopsi komunisme dengan kontrol ketat. Reformasi ekonomi sejak 1991 memperkenalkan pasar bebas terbatas, tetapi ekonomi tetap bergantung pada ekspor sumber daya alam, seperti kayu dan tenaga hidroelektrik, yang merusak lingkungan.
Kebijakan Lingkungan:
- UU Lingkungan: UU Perlindungan Lingkungan (1999, direvisi 2012) mengatur pengelolaan sumber daya alam, tetapi implementasi lemah.
- Hidroelektrik: Laos membangun puluhan bendungan, seperti Xayaburi Dam, untuk menjadi “baterai Asia Tenggara.” Namun, proyek ini mengganggu ekosistem Sungai Mekong.
- Konservasi Hutan: Program National Protected Areas melindungi 20% wilayah Laos, tetapi penebangan liar tetap marak.
- Kontrol Media: Pemerintah mengontrol informasi tentang dampak lingkungan, membatasi kritik terhadap proyek bendungan.
Dampak:
- Positif: Kawasan lindung membantu menjaga biodiversitas, dengan spesies langka seperti harimau Indochina. Energi hidroelektrik mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
- Negatif: Bendungan Mekong menyebabkan penurunan stok ikan hingga 50% di beberapa wilayah, mengancam ketahanan pangan (Mekong River Commission). Deforestasi mengurangi luas hutan dari 70% pada 1960 menjadi 40% pada 2020.
Tantangan: Ketergantungan pada investasi asing, terutama dari Tiongkok, menyebabkan proyek yang mengabaikan lingkungan. Korupsi dan penegakan hukum yang lemah memperburuk kerusakan. Masyarakat sipil tidak memiliki ruang untuk menyuarakan keprihatinan lingkungan.
5. Korea Utara: Juche dan Isolasi Lingkungan
Konteks: Korea Utara di bawah ideologi Juche (kemandirian) sejak 1970-an adalah negara komunis paling terisolasi. Ekonomi terpusat dan sanksi internasional menyebabkan krisis energi dan pangan, memaksa eksploitasi sumber daya alam yang tidak berkelanjutan.
Kebijakan Lingkungan:
- Deforestasi: Untuk mengatasi krisis energi, pemerintah mendorong penebangan hutan untuk kayu bakar, mengurangi cakupan hutan dari 80% pada 1950 menjadi 40% pada 2020 (FAO).
- Pertanian: Sistem kolektif pertanian menyebabkan erosi tanah akibat penggunaan lahan intensif. Krisis pangan mendorong pembukaan lahan baru, memperburuk deforestasi.
- Energi: Korea Utara bergantung pada batubara dan hidroelektrik, dengan polusi udara dan air yang signifikan. Tidak ada investasi signifikan dalam energi terbarukan.
- Kebijakan Resmi: National Conference on Environmental Protection (1980-an) menyerukan konservasi, tetapi prioritas tetap pada industrialisasi dan militer.
Dampak:
- Positif: Emisi karbon rendah (1,1 ton per capita pada 2022) karena ekonomi yang stagnan. Beberapa kawasan lindung, seperti Gunung Paektu, menjaga biodiversitas.
- Negatif: Deforestasi menyebabkan banjir dan longsor, seperti banjir 2016 yang menewaskan ratusan orang. Polusi dari industri batubara mencemari sungai. Krisis pangan memperburuk kerusakan lingkungan.
Tantangan: Isolasi internasional membatasi akses ke teknologi hijau. Kontrol ketat pemerintah menghambat data lingkungan yang transparan. Fokus pada militer dan kelangsungan rezim mengesampingkan isu lingkungan.
Analisis Komparatif: Pendekatan dan Ideologi

Hubungan Ideologi Komunisme dengan Kebijakan Lingkungan
Komunisme, dengan kontrol negara atas sumber daya, secara teori memungkinkan pengelolaan lingkungan yang terkoordinasi. Namun, dalam praktik:
- Tiongkok dan Vietnam: Reformasi pasar menciptakan ketegangan antara pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Partai komunis tetap dominan, tetapi tekanan global mendorong kebijakan hijau.
- Kuba: Keterbatasan ekonomi akibat embargo memaksa pendekatan ekologi sosial, seperti pertanian organik, yang selaras dengan prinsip kepemilikan kolektif.
- Laos: Komunisme yang longgar memungkinkan investasi asing, tetapi kurangnya regulasi merusak lingkungan.
- Korea Utara: Juche mengutamakan kemandirian, tetapi menyebabkan eksploitasi sumber daya yang tidak berkelanjutan karena krisis ekonomi.
Kekuatan dan Kelemahan
- Kekuatan: Kontrol terpusat memungkinkan mobilisasi sumber daya cepat, seperti investasi Tiongkok dalam energi terbarukan atau pertanian organik Kuba. Negara komunis juga dapat menghindari eksploitasi berlebihan oleh korporasi swasta, yang sering terjadi di negara kapitalis.
- Kelemahan: Prioritas industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi sering mengorbankan lingkungan. Kurangnya partisipasi masyarakat sipil dan kontrol media membatasi akuntabilitas. Korupsi dan birokrasi menghambat implementasi kebijakan.
Dampak Global dan Kontribusi terhadap Krisis Iklim
Negara-negara komunis memiliki jejak karbon yang bervariasi:
- Tiongkok: Penyumbang emisi terbesar, tetapi juga pemimpin dalam energi terbarukan.
- Vietnam dan Laos: Emisi rendah, tetapi proyek infrastruktur seperti bendungan mengancam ekosistem regional.
- Kuba: Jejak karbon minimal, menjadi model untuk pertanian berkelanjutan.
- Korea Utara: Emisi rendah karena ekonomi lemah, tetapi kerusakan lokal signifikan.
Secara kolektif, negara-negara ini berkontribusi pada Paris Agreement, dengan Tiongkok dan Vietnam menetapkan target pengurangan emisi. Namun, tantangan seperti ketergantungan batubara (Tiongkok, Korea Utara) dan deforestasi (Laos, Korea Utara) menghambat kemajuan global.
Tantangan dan Prospek Masa Depan
Tantangan
- Prioritas Ekonomi vs. Lingkungan: Negara-negara seperti Tiongkok dan Vietnam berjuang menyeimbangkan pertumbuhan dengan keberlanjutan.
- Korupsi dan Penegakan Hukum: Laos dan Tiongkok menghadapi implementasi yang tidak konsisten karena korupsi lokal.
- Keterbatasan Partisipasi: Kontrol terpusat membatasi peran masyarakat sipil, kecuali di Kuba dengan pendekatan komunitasnya.
- Isolasi dan Sanksi: Korea Utara dan Kuba terhambat oleh sanksi dalam mengakses teknologi hijau.
- Perubahan Iklim: Ancaman seperti kenaikan permukaan laut (Vietnam) dan badai (Kuba) memerlukan investasi besar.
Prospek
- Transisi Energi: Tiongkok dan Vietnam dapat memimpin dalam energi terbarukan, dengan investasi yang terus meningkat.
- Kerjasama Global: Partisipasi dalam Paris Agreement menunjukkan komitmen, tetapi memerlukan koordinasi lebih lanjut.
- Edukasi dan Kesadaran: Program pendidikan lingkungan, seperti di Kuba, dapat diperluas ke negara lain.
- Teknologi Hijau: Adopsi AI dan teknologi untuk monitoring lingkungan dapat meningkatkan efisiensi kebijakan.
Kesimpulan
Negara-negara komunis menunjukkan pendekatan beragam terhadap kebijakan lingkungan hidup, yang dipengaruhi oleh ideologi, sejarah, dan tekanan global. Tiongkok memimpin dengan investasi besar dalam energi terbarukan, tetapi tetap bergulat dengan polusi. Vietnam menyeimbangkan reformasi pasar dengan konservasi, sementara Kuba menawarkan model ekologi sosial melalui pertanian organik. Laos menghadapi tantangan dari proyek infrastruktur, dan Korea Utara berjuang dengan krisis lingkungan akibat isolasi. Meskipun komunisme secara teori mendukung pengelolaan sumber daya kolektif, praktiknya sering kali dipengaruhi oleh prioritas ekonomi dan kendala politis.
Untuk masa depan, negara-negara ini perlu memperkuat penegakan hukum, meningkatkan partisipasi masyarakat, dan berinvestasi dalam teknologi hijau. Dengan tantangan perubahan iklim yang semakin mendesak, peran negara-negara komunis dalam pelestarian lingkungan akan menjadi kunci untuk keberlanjutan global. Pembaca dianjurkan untuk mempelajari lebih lanjut melalui sumber seperti Environmental Research Letters atau laporan United Nations Environment Programme.
Sumber
- Encyclopaedia Britannica: Communism, 2023
- World Population Review: Communist Countries, 2023
- CNN Indonesia: 5 Negara Komunis Terakhir di Dunia, 2022
BACA JUGA : Riset Kehidupan: Menjalani Hidup yang Bermakna Tanpa Menjadi Parasit dalam Kehidupan Sosial
BACA JUGA : Politik dan Analisis Ekonomi Republik Ceko
BACA JUGA : Panduan Lengkap Travelling ke Republik Ceko untuk Wisatawan Indonesia