Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Republik Rakyat Tiongkok: Struktur, Sejarah, dan Implikasinya

romanticheadlines.com, 08 MEI 2025
Penulis: Riyan Wicaksono
Editor: Muhammad Kadafi
Tim Redaksi: Diplomasi Internasional Perusahaan Victory88

Republik Rakyat Tiongkok (RRT) memiliki sistem hukum pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Criminal Law of the People’s Republic of China), yang pertama kali disahkan pada 1979 dan mengalami beberapa revisi signifikan, dengan yang terbaru adalah amandemen ke-11 pada Desember 2020. KUHP RRT adalah dokumen hukum yang komprehensif, mencerminkan pendekatan Tiongkok terhadap penegakan hukum, keadilan sosial, dan stabilitas politik di bawah kepemimpinan Partai Komunis Tiongkok (PKT). Berbeda dengan sistem hukum pidana di negara-negara Barat, KUHP RRT menggabungkan elemen hukum sipil (civil law), pengaruh sosialis, dan nilai-nilai budaya Tiongkok, dengan penekanan pada perlindungan kepentingan negara dan masyarakat di atas hak individu. Artikel ini menyajikan ulasan mendalam, akurat, dan terpercaya tentang KUHP RRT, mencakup sejarah, struktur, prinsip utama, jenis kejahatan, hukuman, tantangan, dan implikasinya, berdasarkan sumber terpercaya seperti teks hukum resmi, analisis akademis, dan laporan internasional hingga Juni 2025.

Sejarah Hukum Pidana di RRT

Sistem hukum pidana di Tiongkok memiliki akar sejarah yang panjang, berasal dari kode hukum kekaisaran seperti Tang Code (618–907 M) dan Qing Code (1644–1912), yang menekankan harmoni sosial, hierarki, dan hukuman kolektif. Setelah berdirinya RRT pada 1949, pemerintah di bawah Mao Zedong awalnya mengandalkan kebijakan politik dan kampanye massa, seperti Anti-Rightist Campaign (1957), untuk menegakkan hukum, tanpa KUHP formal. Hukum pidana selama periode ini bersifat fleksibel dan sering kali digunakan untuk menargetkan musuh politik.

Pada 1979, setelah Reformasi Ekonomi Deng Xiaoping, RRT mengesahkan KUHP pertama untuk mendukung stabilitas sosial dan pembangunan ekonomi. KUHP 1979 ini terdiri dari 192 pasal dan dipengaruhi oleh model hukum pidana Uni Soviet, dengan fokus pada kejahatan terhadap negara, seperti counter-revolutionary crimes. Namun, KUHP ini dikritik karena ketidakjelasan definisi kejahatan dan kurangnya perlindungan hak tersangka.

Sejak 1979, KUHP telah mengalami lebih dari 10 amandemen besar dan sejumlah perubahan kecil untuk menyesuaikan dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan teknologi. Amandemen 1997 menghapus kategori counter-revolutionary crimes dan menggantinya dengan kejahatan yang membahayakan keamanan negara, mencerminkan perubahan prioritas politik. Amandemen terbaru, seperti pada 2011, menghapuskan hukuman mati untuk 13 kejahatan non-kekerasan, dan pada 2020, memperluas cakupan kejahatan seperti penipuan daring dan pelanggaran lingkungan. Hingga 2025, KUHP RRT terdiri dari dua bagian utama: General Provisions (Ketentuan Umum) dan Specific Provisions (Ketentuan Khusus), dengan lebih dari 400 pasal.


Struktur dan Prinsip Utama KUHP RRT

1. Struktur KUHP

KUHP RRT terdiri dari dua bagian:

  • Bagian I: Ketentuan Umum (Pasal 1–101): Mengatur prinsip-prinsip hukum pidana, seperti legalitas, tanggung jawab pidana, dan pedoman pemidanaan. Bagian ini berlaku untuk semua kejahatan, baik yang diatur dalam KUHP maupun undang-undang khusus.
  • Pasal Penting:
    • Pasal 3: Prinsip legalitas (nullum crimen sine lege), menyatakan bahwa hanya tindakan yang dilarang oleh hukum yang dapat dihukum.
    • Pasal 4: Prinsip kesetaraan di hadapan hukum, meskipun dalam praktik, penerapan dapat bervariasi berdasarkan status politik.
    • Pasal 13: Definisi kejahatan sebagai tindakan yang “membahayakan masyarakat” dengan konsekuensi serius, memberikan ruang interpretasi yang luas bagi penegak hukum.
  • Bagian II: Ketentuan Khusus (Pasal 102–452): Menguraikan jenis kejahatan dan hukuman spesifik, dibagi menjadi 10 bab, termasuk kejahatan terhadap keamanan negara, ketertiban umum, dan ekonomi.

2. Prinsip Utama

KUHP RRT didasarkan pada beberapa prinsip utama:

  • Prinsip Legalitas: Tidak ada kejahatan atau hukuman tanpa hukum yang jelas (Pasal 3).
  • Keadilan Sosialis: Hukum pidana bertujuan melindungi kepentingan negara, masyarakat, dan hak warga dalam kerangka ideologi sosialis (Pasal 1).
  • Keseimbangan antara Hukuman dan Pendidikan: Hukuman bertujuan untuk mencegah kejahatan dan mereformasi pelaku melalui pendidikan ideologis (Pasal 2).
  • Tanggung Jawab Kolektif: Dalam beberapa kasus, seperti korupsi atau kejahatan lingkungan, hukuman dapat menargetkan kelompok atau organisasi, bukan hanya individu.

Jenis Kejahatan dalam KUHP RRT

KUHP RRT mengkategorikan kejahatan ke dalam 10 bab utama, mencakup berbagai pelanggaran. Berikut adalah beberapa kategori utama dengan contoh:

  1. Kejahatan yang Membahayakan Keamanan Negara (Pasal 102–113):
    • Contoh: Pengkhianatan, subversi, atau penyebaran propaganda anti-negara.
    • Hukuman: Hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara hingga 7 tahun.
    • Konteks: Kategori ini sering digunakan untuk menargetkan aktivis politik atau disiden, seperti kasus Liu Xiaobo, penerima Nobel Perdamaian 2010, yang dihukum karena “hasutan untuk subversi” pada 2009.
  2. Kejahatan terhadap Ketertiban Umum (Pasal 277–304):
    • Contoh: Kerusuhan, penggangguhan ketertiban publik, atau perjudian ilegal.
    • Hukuman: Penjara hingga 7 tahun atau denda.
    • Konteks: Pasal ini sering diterapkan untuk membubarkan protes atau demonstrasi, seperti dalam kasus protes Hong Kong 2019–2020.
  3. Kejahatan terhadap Ekonomi (Pasal 151–226):
    • Contoh: Penipuan, pencucian uang, atau pelanggaran hak kekayaan intelektual.
    • Hukuman: Penjara hingga 7 tahun, denda, atau penyitaan aset.
    • Konteks: Amandemen 2020 memperketat hukuman untuk kejahatan daring seperti penipuan e-commerce.
  4. Kejahatan terhadap Hak Pribadi dan Properti (Pasal 232–276):
    • Contoh: Pembunuhan, pencurian, atau pemerkosaan.
    • Hukuman: Hukuman mati untuk pembunuhan berencana, penjara untuk kejahatan lain.
    • Konteks: Kejahatan ini ditangani dengan serius, meskipun hukuman mati semakin jarang untuk kasus non-politik.
  5. Kejahatan terhadap Kesehatan Masyarakat (Pasal 330–351):
    • Contoh: Perdagangan narkoba atau pelanggaran karantina.
    • Hukuman: Hukuman mati untuk perdagangan narkoba dalam jumlah besar, penjara untuk pelanggaran lain.
    • Konteks: Selama pandemi COVID-19, pelanggaran karantina dihukum berat untuk menjaga stabilitas sosial.
  6. Kejahatan Lingkungan (Pasal 336–346):
    • Contoh: Pencemaran lingkungan atau penebangan hutan ilegal.
    • Hukuman: Penjara hingga 7 tahun atau denda.
    • Konteks: Amandemen baru-baru ini mencerminkan prioritas Tiongkok terhadap keberlanjutan lingkungan.

Hukuman dalam KUHP RRT

KUHP RRT menetapkan berbagai jenis hukuman, yang dibagi menjadi hukuman utama dan tambahan:

  1. Hukuman Utama:
    • Hukuman Mati: Diterapkan untuk kejahatan berat seperti pembunuhan, pengkhianatan, atau perdagangan narkoba. Hukuman mati dapat ditangguhkan selama dua tahun (death penalty with reprieve), yang sering diubah menjadi penjara seumur hidup jika pelaku menunjukkan perilaku baik.
    • Penjara Seumur Hidup: Untuk kejahatan serius yang tidak memerlukan hukuman mati.
    • Penjara dengan Waktu Tertentu: Mulai dari 6 bulan hingga 15 tahun.
    • Penahanan Publik: Hukuman ringan untuk kejahatan kecil, biasanya hingga 6 bulan.
    • Pengawasan Publik: Alternatif penjara untuk kejahatan ringan, di mana pelaku diawasi di komunitas.
  2. Hukuman Tambahan:
    • Denda: Dikenakan untuk kejahatan ekonomi atau lingkungan.
    • Penyitaan Aset: Untuk kejahatan seperti korupsi atau pencucian uang.
    • Pencabutan Hak Politik: Melarang pelaku memegang jabatan publik atau berpartisipasi dalam politik.
    • Deportasi: Untuk warga asing yang melakukan kejahatan.

Menurut laporan Amnesty International (2023), Tiongkok adalah negara dengan jumlah eksekusi hukuman mati tertinggi di dunia, meskipun data resmi dirahasiakan. Namun, amandemen KUHP sejak 2011 telah mengurangi jumlah kejahatan yang dapat dihukum mati dari 68 menjadi 46 pada 2020, menunjukkan tren menuju hukuman yang lebih ringan untuk kejahatan non-kekerasan.


Proses Penegakan Hukum

Penegakan hukum pidana di RRT melibatkan beberapa lembaga utama:

  • Kepolisian (Public Security Bureau): Bertanggung jawab atas penyidikan dan penahanan awal.
  • Kejaksaan Rakyat: Mengawasi penuntutan dan memastikan kepatuhan terhadap hukum.
  • Pengadilan Rakyat: Mengadili kasus pidana, dengan tingkat pengadilan mulai dari lokal hingga Mahkamah Agung Rakyat.
  • Komisi Pengawasan Nasional: Dibentuk pada 2018 untuk menangani kasus korupsi dan pelanggaran oleh pejabat publik.

Proses hukum pidana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Criminal Procedure Law, CPL), yang pertama kali disahkan pada 1979 dan direvisi terakhir pada 2018. CPL mengatur prosedur seperti penahanan, penggeledahan, pengadilan, dan banding. Namun, CPL sering dikritik karena kurangnya perlindungan hak tersangka, seperti akses ke pengacara atau hak untuk diam.

Sistem shuanggui (sekarang digantikan oleh liuzhi di bawah Komisi Pengawasan Nasional) memungkinkan penahanan pejabat tanpa proses hukum formal, yang menimbulkan kekhawatiran tentang penyalahgunaan kekuasaan. Selain itu, residential surveillance at a designated location (RSDL) memungkinkan penahanan hingga 6 bulan tanpa dakwaan, sering digunakan untuk kasus politik.


Tantangan dan Kritik terhadap KUHP RRT

Meskipun KUHP RRT dirancang untuk menjaga stabilitas sosial, sistem ini menghadapi sejumlah tantangan dan kritik:

  1. Ketidakjelasan Definisi Kejahatan:
    • Pasal seperti “menimbulkan kerusuhan” (Pasal 293) atau “subversi” (Pasal 105) memiliki definisi yang luas, memungkinkan penegak hukum untuk menargetkan aktivis, jurnalis, atau minoritas seperti Uyghur di Xinjiang. Misalnya, laporan Human Rights Watch (2022) mencatat penggunaan pasal ini untuk menahan lebih dari 1 juta orang Uyghur dalam kamp “pendidikan ulang.”
  2. Kurangnya Independensi Yudisial:
    • Pengadilan di RRT berada di bawah kendali PKT, yang berarti putusan sering dipengaruhi oleh pertimbangan politik. Menurut China Law Review (2023), tingkat keyakinan di pengadilan Tiongkok mencapai 99,9%, menunjukkan minimnya pembelaan efektif bagi terdakwa.
  3. Hukuman Mati:
    • Meskipun jumlah eksekusi menurun, kurangnya transparansi data dan penerapan hukuman mati untuk kejahatan politik tetap menjadi isu. Organisasi seperti Amnesty International menyerukan penghapusan total hukuman mati.
  4. Pelanggaran Hak Asasi Manusia:
    • Sistem seperti RSDL dan liuzhi dikritik karena melanggar hak atas proses hukum yang adil (due process). Laporan PBB (2022) menyebutkan bahwa penahanan sewenang-wenang di Xinjiang mungkin merupakan “kejahatan terhadap kemanusiaan.”
  5. Tekanan Internasional:
  6. Kesenjangan Sosial:
    • Hukuman untuk kejahatan ekonomi sering lebih ringan bagi pejabat tinggi dibandingkan warga biasa, mencerminkan ketidakadilan dalam penerapan hukum.

Perbandingan dengan Sistem Hukum Lain

Dalam konteks global, KUHP RRT memiliki beberapa perbedaan utama:

  • Dibandingkan dengan AS: Tidak seperti AS, di mana hukum pidana dibagi antara federal dan negara bagian, RRT memiliki KUHP nasional yang seragam, mencerminkan sistem pemerintahan terpusat. Namun, AS memiliki independensi yudisial yang lebih kuat dan perlindungan hak individu yang lebih jelas.
  • Dibandingkan dengan Indonesia: KUHP Indonesia (berbasis Wetboek van Strafrecht hingga 2023, kemudian UU No. 1 Tahun 2023) lebih dipengaruhi oleh hukum kolonial dan nilai Pancasila, sedangkan KUHP RRT berfokus pada ideologi sosialis dan stabilitas negara.
  • Dibandingkan dengan Eropa: Sistem hukum sipil Eropa menekankan hak asasi manusia dan independensi pengadilan, yang kontras dengan pendekatan Tiongkok yang mengutamakan kepentingan kolektif dan kontrol negara.

Implikasi KUHP RRT

KUHP RRT memiliki implikasi luas terhadap masyarakat, politik, dan hubungan internasional:

  1. Stabilitas Sosial:
    • KUHP membantu menjaga ketertiban di negara dengan populasi 1,4 miliar, tetapi juga membatasi kebebasan berekspresi dan berorganisasi.
  2. Pembangunan Ekonomi:
    • Hukuman keras untuk kejahatan ekonomi seperti korupsi mendukung reformasi anti-korupsi Xi Jinping, tetapi juga menciptakan ketakutan di kalangan pejabat dan pengusaha.
  3. Kontrol Politik:
    • KUHP memungkinkan PKT untuk menekan oposisi politik, seperti dalam kasus aktivis pro-demokrasi di Hong Kong atau minoritas di Xinjiang.
  4. Hubungan Internasional:
    • Penerapan KUHP, terutama dalam kasus politik, memicu kritik dari komunitas internasional, memengaruhi hubungan diplomatik dan perdagangan Tiongkok.
  5. Relevansi di Indonesia:
    • Memahami KUHP RRT penting bagi Indonesia, mengingat hubungan perdagangan dan investasi yang kuat antara kedua negara. Misalnya, pelaku bisnis Indonesia di Tiongkok perlu memahami hukuman untuk pelanggaran ekonomi seperti penipuan atau pelanggaran lingkungan.

Reformasi dan Masa Depan KUHP RRT

Pemerintah RRT terus mereformasi KUHP untuk menyesuaikan dengan tantangan modern:

  • Teknologi: Amandemen 2020 memperluas cakupan kejahatan siber, seperti penipuan daring dan peretasan.
  • Lingkungan: Hukuman untuk pelanggaran lingkungan diperketat sejalan dengan target netralitas karbon 2060.
  • Hukuman Mati: Tren pengurangan hukuman mati diperkirakan berlanjut, meskipun lambat.
  • Keadilan Sosial: Ada tekanan untuk meningkatkan transparansi dan mengurangi penahanan sewenang-wenang, meskipun kemajuan terbatas.

Namun, reformasi ini sering kali terhambat oleh prioritas politik PKT untuk mempertahankan kontrol. Menurut China Legal Studies (2024), masa depan KUHP RRT kemungkinan akan tetap berfokus pada stabilitas negara, dengan perubahan bertahap untuk menjawab kritik internasional tanpa mengorbankan otoritas PKT.


Kesimpulan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Republik Rakyat Tiongkok adalah pilar utama sistem hukum pidana RRT, dirancang untuk menjaga stabilitas sosial, melindungi kepentingan negara, dan mendukung pembangunan ekonomi dalam kerangka ideologi sosialis. Sejak disahkan pada 1979, KUHP telah mengalami reformasi signifikan untuk menyesuaikan dengan perkembangan global, tetapi tetap mempertahankan pendekatan yang mengutamakan kontrol negara di atas hak individu. Dengan struktur yang terdiri dari General Provisions dan Specific Provisions, KUHP mengatur berbagai kejahatan, dari pengkhianatan hingga pelanggaran lingkungan, dengan hukuman mulai dari denda hingga hukuman mati. Meskipun efektif dalam menjaga ketertiban, KUHP RRT menghadapi kritik karena ketidakjelasan definisi kejahatan, kurangnya independensi yudisial, dan pelanggaran hak asasi manusia. Dalam konteks global, KUHP RRT menawarkan wawasan tentang bagaimana sistem hukum pidana dapat mencerminkan prioritas politik dan budaya sebuah negara, sekaligus menimbulkan tantangan bagi hubungan internasional. Bagi Indonesia, memahami KUHP RRT penting untuk navigasi hubungan bilateral dan memastikan kepatuhan hukum dalam kerja sama ekonomi.

Sumber: Criminal Law of the People’s Republic of China (npc.gov.cn), Amnesty International (2023), Human Rights Watch (2022), China Law Review (2023), China Legal Studies (2024), United Nations Human Rights Office (2022), ejurnal.iblam.ac.id


BACA JUGA:  Panduan Perawatan Ikan Mujair dari 0 Hari hingga Siap Produksi

BACA JUGA: Suaka untuk Kuda: Perlindungan dan Perawatan bagi Kuda yang Membutuhkan

BACA JUGA: Detail Planet Saturnus: Karakteristik, Struktur, dan Keajaiban Kosmik