Hukum Lokal dan Pemerintahan Daerah di Negara-Negara Komunis
romanticheadlines.com, 11 MEI 2025
Penulis: Riyan Wicaksono
Editor: Muhammad Kadafi
Tim Redaksi: Diplomasi Internasional Perusahaan Victory88

Komunisme, sebagai ideologi politik, sosial, dan ekonomi yang bertujuan menciptakan masyarakat tanpa kelas dengan kepemilikan bersama atas alat produksi, memiliki pendekatan khas terhadap pemerintahan daerah dan hukum lokal. Dalam sistem komunis, pemerintahan daerah berfungsi sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat, dengan kewenangan yang terbatas dan dikontrol ketat oleh partai komunis yang berkuasa. Hukum lokal, jika ada, biasanya merupakan turunan dari kebijakan nasional dan tidak bertentangan dengan ideologi komunis. Artikel ini mengeksplorasi secara mendetail struktur pemerintahan daerah, hukum lokal, dan dinamika otonomi di negara-negara komunis seperti Republik Rakyat Tiongkok (Tiongkok), Korea Utara, Vietnam, Laos, dan Kuba, dengan perbandingan singkat terhadap sistem otonomi daerah di Indonesia. Informasi ini disusun berdasarkan sumber akademik, laporan resmi, dan analisis terkini hingga 2025, untuk memberikan gambaran yang akurat dan terpercaya.
1. Konsep Pemerintahan Daerah dalam Ideologi Komunis

Komunisme, yang dikembangkan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels pada abad ke-19, menekankan sentralisasi kekuasaan untuk mencapai distribusi sumber daya yang merata. Dalam praktiknya, negara-negara komunis menerapkan sistem pemerintahan yang sangat terpusat, di mana Partai Komunis memiliki kendali mutlak atas semua aspek kehidupan, termasuk pemerintahan daerah. Berikut adalah prinsip-prinsip utama pemerintahan daerah dalam sistem komunis:
- Sentralisasi Kekuasaan: Pemerintah daerah tidak memiliki otonomi sejati seperti dalam sistem federal atau desentralisasi. Keputusan penting dibuat oleh pemerintah pusat, dan daerah hanya melaksanakan kebijakan tersebut.
- Dominasi Partai Komunis: Partai Komunis tunggal mengendalikan semua tingkat pemerintahan, dari nasional hingga lokal. Pejabat daerah biasanya adalah anggota partai atau ditunjuk oleh partai.
- Hukum Lokal sebagai Turunan Hukum Nasional: Hukum lokal, jika ada, harus selaras dengan ideologi komunis dan kebijakan nasional. Tidak ada ruang untuk hukum adat atau regulasi yang bertentangan dengan doktrin partai.
- Demokrasi Terpimpin: Pemilihan pejabat daerah, jika ada, dikontrol oleh partai, dengan kandidat yang telah disetujui. Rakyat memiliki peran terbatas dalam pengambilan keputusan lokal.
- Tujuan Kolektif: Pemerintahan daerah bertugas memastikan implementasi tujuan kolektif, seperti kolektivisasi pertanian, industrialisasi, atau redistribusi sumber daya, sesuai arahan pusat.
Sistem ini berbeda dengan otonomi daerah di Indonesia, di mana UU No. 23 Tahun 2014 mengatur desentralisasi, memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur urusan lokal berdasarkan aspirasi masyarakat, meskipun tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
2. Struktur Pemerintahan Daerah di Negara-Negara Komunis

Berikut adalah analisis struktur pemerintahan daerah di lima negara komunis yang masih eksis pada 2025, dengan fokus pada Tiongkok sebagai negara komunis terbesar dan paling berpengaruh.
2.1. Republik Rakyat Tiongkok (Tiongkok)
Tiongkok, yang dipimpin oleh Partai Komunis Tiongkok (CPC) sejak 1949, memiliki sistem pemerintahan yang sangat terpusat meskipun secara formal memiliki struktur hierarkis daerah.
- Struktur Administratif:
- Tiongkok dibagi menjadi 31 provinsi (termasuk wilayah otonom dan kotamadya seperti Beijing dan Shanghai), 333 prefektur, 2.862 kabupaten, dan lebih dari 40.000 kota/kelurahan.
- Setiap tingkat memiliki “Kongres Rakyat” (People’s Congress) dan “Pemerintah Rakyat” (People’s Government), tetapi keduanya berada di bawah kendali CPC.
- Pejabat daerah, seperti gubernur atau wali kota, ditunjuk oleh CPC atau dipilih dari kandidat yang disetujui partai.
- Hukum Lokal:
- Hukum lokal di Tiongkok disebut “peraturan daerah” (difang fagui), yang dibuat oleh Kongres Rakyat provinsi atau kotamadya. Namun, peraturan ini harus sesuai dengan konstitusi, hukum nasional, dan kebijakan CPC.
- Contoh: Shanghai memiliki peraturan tentang manajemen limbah, tetapi tetap mengikuti pedoman nasional tentang lingkungan.
- Hukum adat atau tradisional tidak diakui, kecuali di wilayah otonom etnis seperti Tibet atau Xinjiang, di mana ada sedikit fleksibilitas budaya tetapi tetap di bawah pengawasan ketat CPC.
- Otonomi Terbatas:
- Wilayah otonom seperti Guangxi (etnis Zhuang) atau Mongolia Dalam memiliki otonomi budaya dan administratif terbatas, tetapi kebijakan politik dan ekonomi dikendalikan oleh Beijing.
- Menurut laporan World Population Review (2024), otonomi di Tiongkok lebih bersifat simbolis, karena CPC mempertahankan kendali melalui penunjukan pejabat dan pengawasan ketat.
- Peran Partai:
- CPC memiliki komite partai di setiap tingkat pemerintahan, yang mengawasi keputusan administratif dan memastikan loyalitas terhadap ideologi komunis.
- Xi Jinping, sebagai Sekretaris Jenderal CPC, memiliki pengaruh langsung terhadap kebijakan daerah melalui sistem inspeksi partai (xunshi).
- Ekonomi dan Sumber Daya:
- Meskipun Tiongkok telah mengadopsi elemen kapitalisme sejak reformasi Deng Xiaoping (1978), alat produksi utama seperti tanah dan perusahaan negara tetap dikuasai pemerintah. Pemerintah daerah mengelola sumber daya lokal tetapi harus menyetor pendapatan signifikan ke pusat.
- Pajak daerah diatur oleh pemerintah pusat, dan dana dialokasikan kembali melalui anggaran nasional untuk memastikan redistribusi yang merata.
2.2. Korea Utara

Korea Utara, di bawah kepemimpinan dinasti Kim dan Partai Buruh Korea (WPK), adalah negara komunis dengan sistem pemerintahan paling terpusat di dunia.
- Struktur Administratif:
- Negara dibagi menjadi 9 provinsi, 2 kota khusus (Pyongyang dan Rason), dan beberapa kota tingkat kabupaten.
- Setiap provinsi memiliki Komite Rakyat (People’s Committee), yang dipimpin oleh ketua yang ditunjuk oleh WPK.
- Hukum Lokal:
- Hukum lokal hampir tidak ada, karena semua regulasi berasal dari pemerintah pusat di Pyongyang. Instruksi dari Kim Jong-un, sebagai Ketua WPK, dianggap sebagai hukum tertinggi.
- Contoh: Peraturan tentang distribusi pangan atau mobilisasi tenaga kerja di daerah diatur oleh kebijakan nasional Songun (militer pertama) atau Juche (kemandirian).
- Otonomi:
- Tidak ada otonomi daerah. Pemerintah daerah hanya bertugas melaksanakan perintah pusat, seperti mengelola kolektivisasi pertanian atau proyek konstruksi nasional.
- Menurut BBC (2024), kontrol ketat WPK atas informasi dan mobilitas penduduk memastikan tidak ada ruang untuk inisiatif lokal.
- Peran Partai:
- WPK memiliki cabang di setiap desa, yang memantau aktivitas warga dan memastikan kepatuhan terhadap ideologi komunis. Pejabat daerah yang tidak loyal dapat dihukum berat, termasuk eksekusi.
- Ekonomi:
- Semua sumber daya dikuasai negara, dan pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan untuk mengelola pajak atau anggaran. Distribusi pangan dan barang diatur oleh sistem kupon nasional.
2.3. Vietnam
Vietnam, di bawah Partai Komunis Vietnam (CPV), telah mengadopsi reformasi ekonomi pasar (Doi Moi) sejak 1986, tetapi tetap mempertahankan sistem politik komunis.
- Struktur Administratif:
- Vietnam terdiri dari 58 provinsi dan 5 kotamadya (termasuk Hanoi dan Ho Chi Minh City), yang dibagi lagi menjadi kabupaten, kota, dan komune.
- Setiap tingkat memiliki Kongres Rakyat dan Komite Rakyat, tetapi keduanya berada di bawah kendali CPV.
- Hukum Lokal:
- Provinsi dan kotamadya dapat membuat peraturan lokal, tetapi harus disetujui oleh pemerintah pusat. Contoh: Ho Chi Minh City memiliki peraturan tentang zona ekonomi khusus, tetapi tetap mengikuti hukum nasional.
- Hukum adat di komunitas etnis minoritas (seperti Hmong) diakui secara terbatas, tetapi tidak boleh bertentangan dengan ideologi CPV.
- Otonomi:
- Vietnam memiliki desentralisasi administratif terbatas, di mana provinsi dapat mengelola anggaran lokal dan proyek pembangunan, tetapi keputusan strategis tetap di tangan Hanoi.
- Korupsi di tingkat lokal menjadi tantangan, seperti dilaporkan BBC (2024), karena pejabat daerah sering menyalahgunakan kewenangan terbatas mereka.
- Peran Partai:
- CPV mengendalikan semua tingkat pemerintahan melalui komite partai lokal. Pemilihan pejabat daerah dilakukan melalui kandidat yang disetujui CPV.
- Ekonomi:
- Reformasi Doi Moi memungkinkan perusahaan swasta, tetapi sektor strategis seperti energi dan telekomunikasi tetap dikuasai negara. Pemerintah daerah mengelola pajak lokal tetapi harus menyetor sebagian besar ke pusat.
2.4. Laos
Laos, di bawah Partai Revolusi Rakyat Laos (LPRP) sejak 1975, memiliki sistem pemerintahan yang mirip dengan Vietnam tetapi lebih terbatas dalam sumber daya.
- Struktur Administratif:
- Laos terdiri dari 17 provinsi dan 1 prefektur (Vientiane). Setiap provinsi dibagi menjadi kabupaten dan desa.
- Pemerintahan daerah dipimpin oleh gubernur yang ditunjuk oleh LPRP.
- Hukum Lokal:
- Hukum lokal sangat minim, karena kebijakan nasional mendominasi. Peraturan daerah biasanya terkait administrasi sederhana, seperti pengelolaan pasar lokal.
- Hukum adat etnis minoritas diakui secara simbolis, tetapi dikontrol ketat oleh LPRP untuk mencegah separatisme.
- Otonomi:
- Otonomi daerah hampir tidak ada. Provinsi hanya melaksanakan perintah dari Vientiane, seperti proyek infrastruktur yang didanai Tiongkok (misalnya, kereta cepat Laos-Tiongkok).
- Menurut World Population Review (2024), Laos tidak secara terbuka mendeklarasikan komunisme, tetapi sistem partai tunggal LPRP menunjukkan karakter komunis.
- Peran Partai:
- LPRP mengontrol media, pendidikan, dan administrasi lokal. Kebebasan ekspresi di daerah sangat dibatasi, dengan sensor ketat terhadap konten media.
- Ekonomi:
- Ekonomi Laos bergantung pada bantuan Tiongkok dan Vietnam. Pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan signifikan atas sumber daya alam, yang dikelola oleh perusahaan negara.
2.5. Kuba
Kuba, di bawah Partai Komunis Kuba (PCC) sejak 1959, memiliki sistem pemerintahan yang terpusat dengan sedikit fleksibilitas lokal.
- Struktur Administratif:
- Kuba terdiri dari 15 provinsi dan 1 kotamadya khusus (Isla de la Juventud). Setiap provinsi memiliki Majelis Rakyat (People’s Assembly) dan Komite Eksekutif.
- Pejabat daerah dipilih melalui pemilu yang dikontrol PCC, dengan kandidat yang disetujui partai.
- Hukum Lokal:
- Hukum lokal terbatas pada isu administratif, seperti pengelolaan perumahan atau distribusi pangan. Semua regulasi harus sesuai dengan konstitusi komunis Kuba.
- Hukum adat tidak diakui, karena Kuba menekankan keseragaman ideologi.
- Otonomi:
- Provinsi memiliki kewenangan terbatas untuk mengelola anggaran lokal, tetapi keputusan besar seperti investasi atau kebijakan sosial ditentukan oleh Havana.
- Reformasi ekonomi pasca-Fidel Castro (2010-an) memungkinkan usaha swasta kecil, tetapi pemerintah daerah tidak memiliki peran signifikan dalam ekonomi.
- Peran Partai:
- PCC mengendalikan semua aspek pemerintahan melalui komite lokal. Kritik terhadap partai di tingkat daerah dianggap sebagai pengkhianatan.
- Ekonomi:
- Ekonomi Kuba tetap tersentralisasi, dengan sektor kesehatan, pendidikan, dan industri utama dikuasai negara. Pemerintah daerah mengelola distribusi barang subsidi, seperti makanan melalui kartu jatah.
3. Karakteristik Hukum Lokal di Negara Komunis

Hukum lokal di negara-negara komunis memiliki karakteristik berikut:
- Subordinasi terhadap Hukum Nasional: Hukum lokal tidak boleh bertentangan dengan kebijakan partai atau konstitusi nasional. Di Tiongkok, misalnya, peraturan daerah harus disetujui oleh Kongres Rakyat Nasional atau CPC.
- Ketiadaan Hukum Adat: Hukum adat atau tradisional sering dianggap bertentangan dengan ideologi komunis, yang menekankan keseragaman. Di Korea Utara, semua hukum berbasis Juche, sementara di Kuba, hukum lokal hanya mencerminkan kebijakan PCC.
- Fokus pada Implementasi Kebijakan Pusat: Hukum lokal lebih berfungsi sebagai alat administratif untuk melaksanakan program nasional, seperti kolektivisasi, industrialisasi, atau kontrol sosial.
- Pengawasan Ketat: Partai Komunis memiliki mekanisme pengawasan, seperti inspeksi di Tiongkok atau komite partai di Vietnam, untuk memastikan hukum lokal sesuai dengan ideologi.
- Minimnya Partisipasi Publik: Rakyat memiliki peran terbatas dalam pembuatan hukum lokal, karena prosesnya didominasi oleh elit partai.
4. Perbandingan dengan Otonomi Daerah di Indonesia
Untuk memberikan konteks yang relevan, berikut adalah perbandingan antara pemerintahan daerah di negara komunis dan Indonesia:
- Otonomi:
- Di negara komunis, otonomi daerah sangat terbatas atau tidak ada, dengan pemerintah daerah sebagai pelaksana kebijakan pusat. Di Indonesia, UU No. 23 Tahun 2014 mengatur otonomi daerah, memberikan kewenangan kepada provinsi, kabupaten, dan kota untuk mengatur urusan seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur berdasarkan aspirasi lokal.
- Indonesia menerapkan desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan, yang memungkinkan fleksibilitas lokal dalam kerangka NKRI.
- Hukum Lokal:
- Di Indonesia, Peraturan Daerah (Perda) dapat dibuat oleh DPRD dan kepala daerah, tetapi tidak boleh bertentangan dengan hukum nasional atau kepentingan umum. Di negara komunis, hukum lokal sepenuhnya tunduk pada kebijakan partai, tanpa ruang untuk inisiatif independen.
- Indonesia mengakui hukum adat dalam beberapa kasus (misalnya, Baduy di Banten atau Bali), sementara negara komunis umumnya menolak hukum adat kecuali untuk tujuan simbolis.
- Peran Partai Politik:
- Indonesia memiliki sistem multipartai, dengan pemilihan kepala daerah secara demokratis. Di negara komunis, hanya ada satu partai (misalnya, CPC di Tiongkok atau WPK di Korea Utara), yang mengendalikan semua aspek pemerintahan.
- Pelarangan Komunisme di Indonesia:
- Indonesia melarang komunisme melalui Tap MPRS No. XXV/1966 dan UU No. 27/1999, karena dianggap bertentangan dengan Pancasila, terutama sila “Ketuhanan Yang Maha Esa.” Hal ini berbeda dengan negara komunis, di mana ideologi komunisme adalah dasar negara.
- Peristiwa G30S/PKI 1965 memperkuat stigma terhadap komunisme di Indonesia, yang dianggap mengancam keamanan nasional dan nasionalisme.
5. Tantangan dan Kritik terhadap Pemerintahan Daerah Komunis
Sistem pemerintahan daerah di negara komunis menghadapi beberapa tantangan:
- Kurangnya Otonomi: Sentralisasi berlebihan menghambat respons terhadap kebutuhan lokal. Di Tiongkok, misalnya, ketidakfleksibelan daerah dalam menangani krisis lokal (seperti banjir) sering dikritik.
- Korupsi: Di Vietnam dan Tiongkok, pejabat daerah sering menyalahgunakan kewenangan terbatas mereka, meskipun ada pengawasan partai.
- Represi Kebebasan: Kontrol ketat partai di Korea Utara dan Laos membatasi kebebasan ekspresi dan inisiatif masyarakat lokal, menyebabkan stagnasi pembangunan.
- Ketimpangan Regional: Meskipun komunisme bertujuan redistribusi merata, ketimpangan antara daerah kaya (seperti Shanghai di Tiongkok) dan daerah miskin (seperti Guizhou) tetap ada.
- Kritik Barat: Negara-negara Barat, seperti Amerika Serikat, mengkritik sistem komunis karena dianggap otoriter dan menghambat kebebasan individu, termasuk dalam pengelolaan daerah.
6. Dampak dan Relevansi pada 2025

Hingga tahun 2025, pemerintahan daerah di negara komunis tetap menjadi alat untuk mempertahankan kekuasaan partai, dengan sedikit perubahan struktural:
- Tiongkok: CPC terus memperkuat kontrol atas daerah melalui teknologi pengawasan (misalnya, sistem kredit sosial) dan inspeksi partai, memastikan loyalitas terhadap Xi Jinping.
- Korea Utara: Sistem pemerintahan daerah tetap statis, dengan fokus pada propaganda Juche dan mobilisasi massa untuk proyek nasional.
- Vietnam dan Laos: Reformasi ekonomi meningkatkan peran daerah dalam pembangunan, tetapi kontrol politik CPV dan LPRP tidak berkurang.
- Kuba: Krisis ekonomi mendorong reformasi terbatas, tetapi pemerintahan daerah tetap bergantung pada Havana untuk sumber daya.
- Konteks Global: Negara-negara komunis menghadapi tekanan dari globalisasi dan demokrasi liberal, tetapi sistem pemerintahan daerah mereka tetap bertahan karena kontrol partai yang kuat. Di Indonesia, pelarangan komunisme terus dipertahankan, dengan pemerintah menegaskan komitmen terhadap Pancasila melalui peringatan Hari Kesaktian Pancasila.
7. Kesimpulan
Pemerintahan daerah di negara-negara komunis ditandai dengan sentralisasi kekuasaan, dominasi partai tunggal, dan hukum lokal yang tunduk pada kebijakan nasional. Berbeda dengan otonomi daerah di Indonesia, yang memberikan ruang bagi inisiatif lokal dalam kerangka NKRI, negara-negara seperti Tiongkok, Korea Utara, Vietnam, Laos, dan Kuba membatasi kewenangan daerah untuk memastikan keselarasan dengan ideologi komunis. Meskipun ada variasi—seperti reformasi ekonomi di Tiongkok dan Vietnam—prinsip dasar komunisme, yaitu kontrol negara atas sumber daya dan masyarakat, tetap mendominasi. Tantangan seperti korupsi, ketimpangan regional, dan represi kebebasan menunjukkan keterbatasan sistem ini, tetapi kekuatan partai komunis memastikan kelangsungannya hingga 2025. Dalam konteks Indonesia, pelarangan komunisme menegaskan perbedaan mendasar antara sistem desentralisasi demokratis dan pemerintahan daerah komunis, dengan Pancasila sebagai landasan ideologi yang menolak sentralisasi
BACA JUGA : Pengusaha Gen Z Sukses Ternak Ayam Omzet Ratusan Miliar Per Bulan
BACA JUGA : Riset Kehidupan: Menjalani Hidup yang Bermakna Tanpa Menjadi Parasit dalam Kehidupan Sosial
BACA JUGA : Politik dan Analisis Ekonomi Republik Ceko