Paham Komunis: Analisis Hukum Pidana di Indonesia

omanticheadlines.com, 25 MEI 2025
Penulis: Riyan Wicaksono
Editor: Muhammad Kadafi
Tim Redaksi: Diplomasi Internasional Perusahaan Victory88

Paham komunisme, yang berakar dari ajaran Karl Marx dan Vladimir Lenin, adalah ideologi sosial, politik, dan ekonomi yang menekankan kepemilikan kolektif alat produksi, penghapusan kelas sosial, dan penentangan terhadap kapitalisme (CNN Indonesia). Di Indonesia, komunisme telah menjadi isu sensitif sejak kemerdekaan, terutama setelah peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI), yang dituding melibatkan Partai Komunis Indonesia (PKI) (CNN Indonesia). Akibatnya, komunisme dilarang melalui berbagai peraturan hukum, termasuk Tap MPRS No. XXV/1966 dan UU No. 27 Tahun 1999, dengan sanksi pidana yang berat bagi pelaku penyebaran atau pengembangan ajaran komunisme (LKBH UP45).

Hukum pidana di Indonesia mengkriminalisasi komunisme karena dianggap bertentangan dengan Pancasila, dasar ideologi negara, dan berpotensi mengancam keamanan nasional (Tagar). Namun, pengaturan ini menuai kritik karena dianggap membatasi kebebasan berpendapat dan berpotensi menimbulkan penafsiran yang multitafsir (ICJR). Artikel ini mengulas secara mendalam pengaturan hukum pidana terkait paham komunisme di Indonesia, dasar hukum, jenis tindak pidana, sanksi, konteks sejarah, kritik, serta relevansi dan proyeksi pengaturan ini di masa depan hingga 2050.

Pengertian Paham Komunis

Komunisme adalah ideologi yang bertujuan menciptakan masyarakat tanpa kelas melalui penguasaan alat produksi oleh negara atau rakyat secara kolektif (CNN Indonesia). Menurut ajaran Marx dan Lenin, komunisme menentang akumulasi modal oleh individu (kapitalisme), yang dianggap menciptakan kesenjangan antara kelas borjuis (pemilik modal) dan proletar (pekerja). Dalam praktiknya, komunisme sering dikaitkan dengan sistem politik otoriter, seperti di Uni Soviet, Tiongkok, atau Kuba, meskipun varian modern seperti “kiri baru” (new left) menawarkan interpretasi yang berbeda (Business Law).

Di Indonesia, komunisme identik dengan PKI, partai politik yang sempat menjadi kekuatan besar pada 1950-an sebelum dibubarkan pada 1966 (CNN Indonesia). Persepsi negatif terhadap komunisme diperkuat oleh narasi Orde Baru, yang menggambarkan komunisme sebagai ancaman terhadap Pancasila, terutama sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa,” karena komunisme klasik sering dikaitkan dengan ateisme (Tagar).

Dasar Hukum Pidana Terkait Komunisme

Pengaturan hukum pidana terkait larangan komunisme di Indonesia berpijak pada beberapa peraturan utama (LKBH UP45):

1. Tap MPRS No. XXV/1966

Dikeluarkan pada 5 Juli 1966, Tap MPRS No. XXV/1966 berjudul “Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia Bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.” Pasal 2 menyatakan:

“Setiap kegiatan menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran komunisme/marxisme-leninisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, dan penggunaan segala macam aparatur serta media bagi penyebaran atau pengembangan paham atau ajaran tersebut, dilarang.” (TNI AD)

Tap ini menjadi dasar pelarangan PKI dan segala aktivitas terkait komunisme setelah peristiwa G30S/PKI (CNN Indonesia). Tap ini diperkuat oleh Tap MPR No. I/MPR/2003, yang menegaskan status hukumnya (TNI AD).

2. UU No. 27 Tahun 1999

UU No. 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang Berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara memasukkan enam pasal baru (Pasal 107a–107f) ke dalam Bab I Buku II KUHP tentang Kejahatan Terhadap Keamanan Negara (LKBH UP45). Pasal-pasal ini secara eksplisit mengatur larangan penyebaran komunisme dengan sanksi pidana berat (ICJR). Rinciannya akan diuraikan pada bagian “Tindak Pidana dan Sanksi.”

3. Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP)

RKUHP, yang dibahas hingga 2022, memperbarui pengaturan terkait komunisme dalam Pasal 188–189 dan Pasal 219–221 (Hukumonline, ICJR). Pasal-pasal ini mempertahankan larangan penyebaran komunisme, tetapi juga menimbulkan kontroversi karena dianggap memperluas cakupan tindak pidana dan berpotensi mengekang kebebasan berekspresi (Hukumonline). RKUHP belum disahkan hingga Mei 2025, tetapi tetap menjadi acuan penting dalam diskusi hukum pidana (ICJR).

4. Perppu No. 2 Tahun 2017

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan juga melarang penyebaran paham komunisme di Indonesia, terutama melalui organisasi masyarakat (Tagar). Perppu ini memperkuat pengawasan terhadap aktivitas yang dianggap bertentangan dengan Pancasila.

Tindak Pidana dan Sanksi

Berdasarkan UU No. 27 Tahun 1999 dan RKUHP, berikut adalah jenis tindak pidana terkait komunisme beserta sanksinya (LKBH UP45, Hukumonline):

1. UU No. 27 Tahun 1999 (Pasal 107a–107f KUHP)

  • Pasal 107a: Barang siapa secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan, atau media apapun menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/marxisme-leninisme dalam segala bentuk dan perwujudannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun. (LKBH UP45)
  • Pasal 107c: Jika penyebaran ajaran komunisme menyebabkan kerusuhan, korban jiwa, atau kerugian harta benda, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. (TNI AD)
  • Pasal 107d: Jika penyebaran ajaran komunisme bertujuan mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 tahun. (TNI AD)
  • Pasal 107e: Barang siapa mendirikan organisasi yang menganut ajaran komunisme atau menjalin hubungan dengan organisasi komunis di dalam/luar negeri dengan maksud mengubah dasar negara atau menggulingkan pemerintah yang sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. (LKBH UP45)
  • Pasal 107f: Tindakan lain seperti merusak instalasi negara atau menghalangi distribusi bahan pokok yang berkaitan dengan komunisme juga dikenai sanksi pidana (LKBH UP45).

2. RKUHP (Pasal 188–189 dan 219–221)

RKUHP memperbarui pengaturan dengan nuansa yang lebih luas (Hukumonline, ICJR):

  • Pasal 188: Setiap orang yang menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/marxisme-leninisme atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila di muka umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. Jika bertujuan mengubah dasar negara, sanksi meningkat menjadi 7 tahun. Jika menyebabkan kerusuhan luas, sanksi maksimal 15 tahun. (Hukumonline)
  • Pasal 189: Mendirikan organisasi yang menganut komunisme atau menjalin hubungan dengan organisasi komunis di dalam/luar negeri dengan maksud mengubah dasar negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun. (Hukumonline)
  • Pasal 219–221: Mengatur larangan penyebaran ajaran komunisme dengan sanksi serupa, tetapi dengan pengecualian untuk kajian ilmiah (ICJR). Misalnya, Pasal 219 ayat (3) menyatakan bahwa kajian komunisme untuk ilmu pengetahuan tidak dipidana (Business Law).

Pengecualian

Baik dalam UU No. 27 Tahun 1999 maupun RKUHP, ada pengecualian bahwa kajian komunisme untuk kepentingan ilmu pengetahuan tidak dikenai sanksi pidana (Hukumonline). Namun, pengecualian ini dianggap samar karena tidak jelas batasan “kepentingan ilmu pengetahuan” (ICJR).

Konteks Sejarah

Larangan terhadap komunisme di Indonesia tidak lepas dari konteks sejarah (CNN Indonesia):

  • Kemerdekaan dan PKI: PKI didirikan pada 1920 dan menjadi partai besar pada 1950-an, menempati posisi keempat dalam Pemilu 1955 (CNN Indonesia). PKI diakui secara resmi melalui Maklumat X 1945 oleh Mohammad Hatta (CNN Indonesia).
  • Peristiwa Madiun 1948: Pemberontakan PKI di Madiun memperburuk citra komunisme, meskipun skala dan motifnya masih diperdebatkan (CNN Indonesia).
  • G30S/PKI 1965: Peristiwa pembunuhan enam jenderal Angkatan Darat pada 30 September 1965 dituding sebagai upaya kudeta PKI. Meskipun bukti keterlibatan PKI masih kontroversial, peristiwa ini memicu pembubaran PKI dan pelarangan komunisme oleh Soeharto (CNN Indonesia). Narasi Orde Baru memperkuat stigma bahwa komunisme adalah ancaman nasional (ICJR).
  • Orde Baru: Pemerintah Soeharto melarang segala bentuk komunisme melalui Tap MPRS No. XXV/1966 dan memperkuatnya melalui indoktrinasi Pancasila. Ribuan orang dituduh komunis dan menjadi korban pelanggaran HAM (CNN Indonesia).
  • Reformasi: UU No. 27 Tahun 1999 dan RKUHP mencerminkan keberlanjutan larangan komunisme, meskipun dalam konteks demokrasi (Hukumonline).

Kritik terhadap Pengaturan Hukum Pidana

Pengaturan hukum pidana terkait komunisme menuai kritik dari berbagai kalangan, terutama aktivis HAM dan akademisi (ICJR, Hukumonline):

  1. Pelanggaran Kebebasan Berekspresi: Pasal-pasal seperti 107a dan 188 RKUHP dianggap membatasi kebebasan berpendapat karena frasa seperti “menyebarkan atau mengembangkan” bersifat multitafsir. Ini berpotensi digunakan untuk membungkam diskusi akademik atau kritik sosial (ICJR). Misalnya, postingan di X oleh @madisnur (2022) menyebut Pasal 188 RKUHP “bahaya” karena dapat menjerat siapa saja yang dianggap bertentangan dengan Pancasila (@madisnur, 2022).
  2. Prinsip Hukum Pikiran: Aliansi Nasional RKUHP mengkritik bahwa hukum pidana tidak seharusnya menghukum pikiran seseorang, tetapi hanya perbuatan nyata. Kriminalisasi ideologi dianggap melanggar prinsip ini (ICJR).
  3. Trauma Sejarah: Pengaturan ini dianggap mencerminkan trauma Orde Lama terhadap komunisme, tetapi mengabaikan ancaman ideologi lain, seperti ekstremisme kanan (Business Law). Pasal 219 RKUHP, misalnya, hanya menyebut komunisme secara eksplisit, padahal ancaman ideologi lain juga relevan (Business Law).
  4. Penafsiran Samar: Frasa seperti “ajaran komunisme” atau “bertentangan dengan Pancasila” tidak didefinisikan dengan jelas, memungkinkan penyalahgunaan hukum untuk kepentingan politik (Hukumonline). Penjelasan Pasal 219 RKUHP yang menyebut “ajaran Marx, Lenin, Stalin, dan lain-lain” dianggap terlalu luas (Business Law).
  5. Dampak pada HAM: Kriminalisasi komunisme telah menyebabkan insiden seperti pembubaran diskusi, pelarangan buku, dan penahanan sepihak terhadap individu yang dituduh menyebarkan komunisme (ICJR). Ini melanggar Pasal 28E UUD 1945 tentang kebebasan berpendapat.

Relevansi dan Tantangan di Era Modern

Hingga Mei 2025, pengaturan hukum pidana terkait komunisme tetap relevan, tetapi menghadapi tantangan baru (Hukumonline):

1. Relevansi

  • Keamanan Nasional: Pemerintah menganggap komunisme sebagai ancaman terhadap Pancasila dan stabilitas negara, terutama dalam konteks global di mana ideologi kiri masih ada di negara seperti Tiongkok atau Kuba (Tagar).
  • Pendidikan dan Sejarah: Larangan ini digunakan untuk mencegah kebangkitan PKI atau ideologi serupa, dengan narasi sejarah 1965 sebagai pembenaran (TNI AD). Postingan di X oleh @JimlyAs (2020) menegaskan bahwa UU No. 27/1999 dan Tap MPRS melarang kerja sama dengan organisasi komunis global (@JimlyAs, 2020).
  • Identitas Ideologis: Pancasila tetap menjadi dasar negara, dan komunisme dianggap bertentangan dengan sila-sila Pancasila, terutama ketuhanan (Tagar).

2. Tantangan

  • Globalisasi dan Media Sosial: Penyebaran ideologi melalui internet sulit dikontrol, tetapi kriminalisasi berbasis media (Pasal 107a, 188) berisiko mengekang kebebasan digital (ICJR).
  • Kontroversi Sejarah: Kurangnya bukti kuat tentang keterlibatan PKI dalam G30S memicu debat akademik. Beberapa tulisan menyatakan G30S sebagai bagian dari konspirasi Perang Dingin, bukan semata ulah PKI (CNN Indonesia).
  • HAM dan Demokrasi: Dalam era demokrasi, larangan komunisme dianggap bertentangan dengan prinsip kebebasan berpendapat yang dijamin UUD 1945 (Hukumonline).
  • Evolusi Ideologi: Komunisme klasik telah bermetamorfosis menjadi varian baru seperti “kiri baru,” yang sulit dikategorikan dalam pengaturan hukum lama (Business Law).

3. Diskusi di X

Postingan di X mencerminkan polarisasi pandangan:

Proyeksi Masa Depan (2050)

Hingga 2050, pengaturan hukum pidana terkait komunisme diperkirakan akan menghadapi dinamika berikut (Hukumonline, ICJR):

  • Reformasi Hukum: Tekanan dari aktivis HAM dan akademisi dapat mendorong revisi RKUHP untuk membatasi kriminalisasi ideologi dan fokus pada perbuatan konkret, seperti kekerasan atau pemberontakan (ICJR).
  • Digitalisasi dan AI: Teknologi AI dapat digunakan untuk memantau konten “komunis” di media sosial, tetapi ini berisiko memperparah pelanggaran privasi dan kebebasan berekspresi (Hukumonline).
  • Pendidikan Sejarah: Rekonsiliasi sejarah 1965 melalui pendidikan yang objektif dapat mengurangi stigma terhadap komunisme dan mendorong diskusi ilmiah yang lebih terbuka (CNN Indonesia).
  • Konteks Global: Jika ideologi kiri baru berkembang di negara lain, Indonesia mungkin memperketat atau melonggarkan larangan berdasarkan dinamika geopolitik (Business Law).
  • Keseimbangan HAM: Pengadilan konstitusi atau internasional (misalnya, ICC) dapat menantang pasal-pasal yang dianggap melanggar HAM, mendorong Indonesia untuk menyeimbangkan keamanan nasional dengan kebebasan sipil (Hukumonline).

Kesimpulan

Paham komunisme di Indonesia dilarang melalui Tap MPRS No. XXV/1966, UU No. 27 Tahun 1999, dan RKUHP, dengan sanksi pidana hingga 20 tahun penjara untuk penyebaran atau pengembangan ajaran komunisme yang bertujuan mengganti Pancasila atau menggulingkan pemerintah. Larangan ini berakar dari trauma sejarah G30S/PKI dan narasi Orde Baru yang menggambarkan komunisme sebagai ancaman nasional. Namun, pengaturan ini dikritik karena berpotensi melanggar kebebasan berekspresi, bersifat multitafsir, dan mengabaikan ancaman ideologi lain. Di era modern, larangan komunisme tetap relevan untuk menjaga identitas Pancasila, tetapi menghadapi tantangan globalisasi, media sosial, dan tuntutan HAM. Hingga 2050, reformasi hukum dan pendidikan sejarah dapat menciptakan keseimbangan antara keamanan nasional dan kebebasan sipil, menjadikan pengaturan ini lebih adil dan relevan dengan zaman.

Daftar Pustaka


BACA JUGA: Seni dan Tradisi Negara Palau: Warisan Budaya Mikronesia yang Kaya

BACA JUGA: Letak Geografis dan Fisik Alami Negara Seychelles

BACA JUGA: Kampanye Publik: Strategi, Implementasi, dan Dampak dalam Mendorong Perubahan Sosial